Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (11)



Ninien Supiyati

"Sedang melamun ya.." Tegur Ningrum. 

"Mudah-mudahan aku yang ada dalam lamunan Haryadi," pikir Ningrum. 

"Tidak, aku sedang mendengarkan suara burung kedasih, memelas sekali suaranya" jawab Hariyadi 

"Menurut aku itu suara yang syahdu, mendayu-dayu, Aku juga suka mendengarnya," kata Ningrum yang masih tetap berdiri di samping Haryadi, sambil ikut melihat keluar ke arah asal suara burung kedasih, walaupun burungnya entah ada dimana. 

Tak lama kemudian datanglah Rossa, dengan gaya genitnya mendekati Haryadi dan langsung mengambil tempat duduk di depan Haryadi.

"Antar aku pulang yah nanti... Kata Rossa manja. 

"Aku naik sepeda, nanti kulitmu yang bersih itu terbakar matahari" kata Haryadi. 

"Pak becak yang mengantarku tidak datang. Tadi dia bilang ke aku untuk untuk naik becak lain dulu." rengek Rossa. 

"Aku pulang dulu ya, Aku tak mau mengganggu kalian," kata Ningrum tanpa menunggu jawaban dari mereka berdua, Ningrum langsung keluar ruangan. 

"Kita sama-sama Ningrum..." panggil Haryadi. Tapi Ningrum terus saja berjalan meninggalkan mereka berdua. 

"Tak bisakah kamu menunggu aku dengan Ningrum selesai bicara?" kata Hariyadi pada Rossa. 

"Kita kan teman sejak SMP, lagi pula kan kita dari dulu sudah akrab." 

"Ya, tapi kan kasihan Ningrum terpaksa pergi seperti tadi, tidak mau mengganggu kita."

"Peduli apa sama dia? Salah sendiri, mengapa dia terburu-buru pergi" Rossa berkilah 

"Itu karena sikapmu yang manja, dikiranya kita ada hubungan khusus." 

"Akan lebih baik begitu. Bilang saja sama dia kalau memang kita ada hubungan khusus!" Rossa semakin emosi. 

"Oke,... Nanti sore aku mau datang ke rumahnya mau bilang kalau kita memang ada hubungan khusus," jawab Haryadi tanpa ekspresi.

"Tak perlu datengin rumah Ningrum!" kata Rossa dengan nada tinggi. 

"Ya sudah kalau begitu aku nggak jadi datangin rumah Ningrum," kata Hariyadi masih tetap dengan nada datar. 

"Yuk aku antar pulang, nanti keburu hujan, "kata Hariyadi beranjak dari tempat duduknya. 

Haryadi dan Rossa pun pulang berboncengan. Dari teras sekolah, Sundari memperhatikan mereka yang sedang berboncengan sambil tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Rossa pun membalas acungan jempol Sundari dengan kedipan sebelah mata. 

Rossa tak pernah jatuh cinta pada laki-laki manapun juga. Rossa merasa puas saja jika ada teman laki-laki tergoda olehnya, tapi Rossa juga tidak ada niatan untuk mempermainkan laki-laki. Namun kali ini agak lain bagi Rossa, karena Haryadi kurang tertarik padanya. 

Ini yang membuat Rossa penasaran. Laki-laki tergoda oleh kecantikannya itu hal yang biasa, kalau laki-laki menolak godaan karena kecantikannya, itu hal yang luar biasa bagi Rossa. 

"Awas ya tiap hari Aku akan minta antar kamu untuk pulang, pikir Rossa. 

Tidak banyak yang dibicarakan sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Rossa. Haryadi bergegas putar balik pulang menuju tempat kos. 

Sesampainya di tempat kost Hariadi langsung mengambil air wudhu salat dzuhur, lalu makan siang. kemudian tidur. 

oOo

Hari selepas asar, Haryadi berkunjung ke rumah Ningrum. 

"Assalamualaikum "

"Waalaikumsalam, oh nak Haryadi. Silakan masuk," jawab Bu Hadi sambil membukakan pintu. 

"Ningrum.. ini ada anak Haryadi, tinggalkan dulu pekerjaanmu biar Ibu lanjutkan," kata bu Hadi sambil menggantikan pekerjaan Ningrum menyapu ruang keluarga. 

Ningrum segera mengambil buku-buku sekolahnya untuk belajar bersama dengan Haryadi.

"Bagaimana, masih bingung dengan konsep yang tadi siang? "tanya Haryadi membuka pembicaraan. 

"Ya.. Iya sih, aku tidak bisa membedakannya dengan hidrolisis," jawab Ningrum. 

Ningrum dan Haryadi belajar serius sampai hampir maghribpun masih belum selesai. Haryadi shalat Maghrib di masjid dekat rumah Ningrum, yang hanya berjarak sekitar 50 meter. 

Usai shalat, mereka melanjutkan belajar dengan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Jam 19. 30 Hariadi pamit pulang. 

Begitulah, hampir setiap sore Haryadi berkunjung ke rumah Ningrum untuk belajar bersama. Haryadi baru merasakan manfaatnya. Ternyata semakin diamalkan ilmunya, semakin luas penguasaan materi nya. 

Entah mengapa Hariyadi merasa harus memberikan bimbingan pada Ningrum, sampai Ningrum benar-benar menguasai beberapa mata pelajaran yang dirasa sulit bagi Ningrum. 

oOo

Suatu hari Ningrum tidak membawa sepeda ke sekolah, ban sepedanya bocor. Ningrum terpaksa harus berjalan kaki ke sekolah. 

Waktu istirahat tiba, Ningrum mendatangi kelas tiga Sosbud-1 kelasnya Sundari, karena memang sudah lama sekali tidak mengunjungi kelas Sundari.

"Tumben main ke sini!" kata Sundari sambil mencibir Ningrum dan melirik Rossa. Ningrum tak mengerti maksud keduanya. 

"Mana sandi, biasanya sandi selalu menyertaimu kesini?" belum sempat Ningrum menjawab pertanyaan pertama, Sundari sudah menodongkan pertanyaan lagi. 

"Tidak tahu kemana sandi, Memangnya dia momonganku harus selalu memantau kemanapun dia pergi," kata Ningrum melihat gelagat yang kurang menyenangkan.

"Jangan pura-pura tidak tahu, aku tahu kalian selalu belajar bersama di kelas sebagai dalih, Sandi pernah bercerita padaku" kata Sundari masih dengan wajah yang kurang sedap. 

"Sundari, kita sudah lama bersahabat. Mengapa persahabatan kita harus hancur gara-gara hal yang sepele macam itu. Lagi pula aku tidak punya niatan untuk menjalin hubungan dengan Sandy," kata Ningrum.

"Tapi kamu ingin dekat dengan Haryadi kan! Perlu kamu ketahui bahwa Haryadi sebenarnya hanya kasihan padamu! Dia lebih mencintai aku daripada kamu Ningrum!" Rossa yang sedari awal hanya diam tiba-tiba memberondong Ningrum dengan kalimat yang cukup pedas.

"Apa kamu tidak melihat, hampir tiap hari dia mengantarku pulang sekolah. Kamu tidak tahu malu Ningrum! meminta Haryadi untuk datang ke rumahmu!" bentakan Rossa kali ini benar-benar menghunjam ulu hati Ningrum.

Dengan hati yang remuk, Ningrum membalikkan badannya dan berniat kembali ke kelas. Tiba-tiba ada tangan yang mencengkeram bahunya dari belakang. (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (11)"