Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (8)

 

Novel

Ninien Supiyati 

Waktu liburan telah habis. Hari Senin lusa, sudah mulai masuk tahun ajaran baru. 

"Ningrum, siapkan peralatanmu untuk ke sekolah besok, supaya  tidak terburu-buru."

"Tapi ayah, sepatu Ningrum sudah rusak ayah." 

"Nanti kita ke toko bersama-sama, ini ibu punya sedikit tabungan untuk membeli sepatumu," sahut ibu.

oOo

Ningrum membaca pengumuman di majalah dinding tentang beasiswa keluar negeri, yang diselenggarakan oleh pihak negara penyelenggara beasiswa. Ningrum tertarik untuk mengikutinya, karena materi tesnya Hanya bahasa Inggris. 

Ningrum paling menyukai pelajaran bahasa Inggris. Masih ada waktu satu bulan untuk mempersiapkannya.

oOo

"Assalamualaikum "

"Waalaikumsalam, " jawab para siswa 

"Permisi Pak, ada panggilan untuk siswa kelas tiga paspal-2," kata seorang siswa yang mendatangi pengajar saat itu sambil menyampaikan secarik kertas yang berisi panggilan siswa keluar kepada Pak Pono, mengajar mata pelajaran kesenian.

"Ningrum dan Haryadi, dipanggil oleh bapak Kepala Sekolah sekarang, di ruang Kepala Sekolah," kata pak Pono sambil beranjak dari tempat duduknya. Haryadi kaget ketika Ningrum juga dipanggil. 

"Ada apa gerangan? Mengapa sampai dipanggil oleh Kepala Sekolah?" pikir Haryadi. 

oOo

"Assalamualaikum" 

"Waalaikumsalam," jawab Kepala Sekolah, "Silahkan duduk," perintah Kepala Sekolah. 

"Kalian serius untuk mengikuti tes beasiswa ke luar negeri ini ?" tanya kepala sekolah. 

"Ya Pak saya serius" jawab Haryadi 

"Saya juga pak" jawab Ningrum 

"Baiklah kalau begitu, kalau memang kalian benar-benar ingin mengikuti tes ini, sekolah menunjuk Pak Bardi untuk membimbing kalian. Setelah ini hubungi pak Bardi di ruang guru," kata kepala sekolah. 

"Baik Pak, terima kasih kami akan menghadap beliau sekarang, Wassalamualaikum." Ningrum berpamitan dan beranjak dari tempat duduknya.

Ningrum dan Haryadi berjalan berdampingan menuju ke ruang guru. "Kamu sudah siap Ningrum?"tanya Hariyadi memulai pembicaraan. 

"Akan aku usahakan walaupun mungkin belum maksimal." 

"Ya, Nanti kita belajar bersama." 

oOo

"Assalamualaikum," sapa Ningrum dan Haryadi kepada para guru yang saat itu ada di ruang guru. 

"Kami ingin menemui  Pak Bardi," kata Haryadi pada salah seorang guru. 

"Itu, beliau ada di meja kerjanya," kata guru tadi sambil menunjuk meja guru, yang terletak agak jauh di belakang. Haryadi dan Ningrum pun mendatangi meja pak Bardi.

"Maaf Pak, kami di suruh Bapak Kepala Sekolah untuk menemui bapak," kata Haryadi pada pak Bardi, yang sedang memeriksa pekerjaan para siswa. 

"Oh iya, tadi saya juga sudah dipanggil oleh Bapak Kepala Sekolah untuk membimbing kalian dalam rangka siswa mengikuti tes beasiswa ke luar negeri," kata pak Bardi sambil mengemasi pekerjaan para siswa di mejanya. 

"Bagaimana, sudah sejauh mana persiapan kalian?" 

"Sejauh pelajaran yang sudah kami terima dari sekolah pak," jawab Ningrum. 

"Kalau Haryadi sejauh mana yang kamu pelajari?" 

"Sama dengan Ningrum Pak, tambahan sedikit dari membaca beberapa ceritera bahasa Inggris." 

"Baiklah, ini kan masih ada persiapan waktu kurang lebih satu bulan. Saya tidak bisa memberikan bimbingan di sekolah, karena kesibukan mengajar saya. Datang saja ke rumah setiap hari Rabu dan Jumat Pada sore, jam 15.00. Selain itu Kalian juga harus belajar sendiri di rumah." 

"Ya Pak kami siap, " jawab Haryadi. 

"Sekarang kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran. 

"Baik Pak terima kasih, assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam," jawab Pak Bardi. Mereka kembali ke kelas dan berjalan berdampingan. 

"Persiapanmu sudah jauh ya," kata Ningrum dalam perjalanan menuju kelas," Aku tidak pernah membaca buku-buku cerita dalam bahasa Inggris." 

"Kapan-kapan aku pinjami." 

"Aku hanya menambah pelajaran bahasa Inggrisku dari siaran radio BBC London dan radio Australia setiap pagi dalam acara English for you. Dan aku dipinjami pamanku buku-buku yang dari BBC." 

"Bagus juga latar belakang mu, aku jadi minder." 

"Masa ranking satu minder sama orang yang tidak punya ranking" 

"Dalam mata pelajaran bahasa Inggris maksudku." 

"Berapa nilai bahasa Inggrismu di raport ?" tanya Ningrum.

"Delapan, nilaimu berapa?" 

"Sama, aku juga delapan, kalau begitu tidak perlu minder dong." 

Sesampainya dikelas, mereka Langsung kembali ke tempat duduk masing-masing. Ada sedikit kecemburuan di hati Sandi. menurut penglihatan Sandi, Ningrum dan Haryadi mesra sekali. Tempat duduk Haryadi tak jauh dari Ningrum dan Sandi. 

Haryadi duduk di belakang sandi selisih satu bangku. 

"Ada apa di panggil Kepala Sekolah?" bisik Sandi kepada Ningrum dari belakang. 

"Sstt... nanti saja, selesai pelajaran aku cerita." Ningrum paling tidak suka, Jika waktu guru menerangkan diajak ngomong. Karena kesempatan menerima pelajaran saat itu tidak dapat diulang kembali. 

Setelah selesai pelajaran, Ningrum menceriterakan hal yang sebenarnya, mengapa tadi  dipanggil oleh Kepala Sekolah, kepada Sandi. Sandi dapat memahami hal itu, namun tetap saja ada sebersit rasa cemburu di hati Sandi. 

oOo

Begitulah setiap hari Rabu dan Jumat Haryadi dan Ningrum mendapatkan tambahan pelajaran bahasa Inggris di rumah pak Bardi. Mereka datang lebih awal, sehingga harus menunggu pak Bardi di ruang tamu.

oOo

"Nanti sore aku ke rumahmu," kata Haryadi ketika melintas di samping tempat duduk Ningrum di dalam kelas. Bel tanda selesai pelajaran hari itu memang sudah berbunyi, Ningrum mengemasi peralatan sekolahnya. Lagi lagi Sandi yang mendengarnya merasa cemburu pada Hariyadi. 

"Pulang sama aku saja ya, tak bonceng," kata Sandi pada Ningrum.

"Tidak,.. terima kasih, Sundari pasti menungguku." 

Seperti biasa Ningrum bergegas menuju kelas tiga Sosbud-1 untuk menemui Sundari.

"Hati-hati, awas nanti jatuh," kata Sandi 

"Ya... " sahut Ningrum. 

oOo

Sore itu cuaca sangat cerah, Ningrum duduk di teras sambil menikmati sejuknya udara dan damainya suasana. Entah mengapa hati Ningrum rasanya damai sekali. Rasa bahagia menyelimuti seluruh isi hatinya. 

Ningrum sendiri merasa heran, ada apa ini, apa yang akan terjadi denganku? 

Masa bodoh, yang penting dia sedang sangat menikmati sejuk dan indahnya sore itu. Suara burung kedasih terdengar jelas, sangat memelas. Konon menurut cerita burung itu memanggil manggil anaknya. 

Sebuah buku catatan yang tak pernah lepas dari tangan Ningrum seperti ikut menemani kedamaian sore itu. Sesekali Ningrum membukanya.

"Assalamualaikum," suara yang lembut mengagetkan lamunan Ningrum yang sedang larut dalam rayuan indahnya alam dan nyanyian burung burung kecil yang berterbangan untuk kembali pulang. 

(bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (8)"