Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (12)

Ninien Supiyati 

"Enak saja! kamu mau pergi begitu saja?"kata Rossa sambil mencengkeram bahu Ningrum.

Ningrum menepis cengkeraman Rossa dengan tangan kanannya sambil membalikkan tubuhnya. Kemarahan Rossa semakin tersulut karena tangannya ditepis oleh Ningrum. Tangan kiri Rossa langsung menjambak rambut Ningrum. 

Spontan Ningrum membalas serangan Rossa. Ia menjambak rambut Rossa. Keduanya terlibat dalam pergumulan saling jambak, saling tarik dan saling dorong. Disertai teriakan-teriakan. 

Hal ini membuat kekacauan di dalam kelas tiga Sosbud-1. 

Tidak ada satupun siswa yang berusaha melerai. Mungkin mereka terkejut dengan kejadian itu. Mungkin juga tidak ingin terlibat. 

Teriakan-teriakan terdengar cukup keras. 

Baik teriakan dari Ningrum, Rossa, maupun teriakan-teriakan dari mereka yang hanya melihat kejadian itu.

Sandi kebetulan berjalan melewati depan kelas Sosbud-1. Ia segera mendekat dan berusaha mengetahui ada kejadian apa. 

Mengapa banyak siswa didepan kelas. 

Matanya terbelalak melihat dua orang siswi saling jambak, dan berusaha saling tampar. Sandi berusaha mengamati, siapakah dua orang siswi yang saling jambak itu.

Ningrum! Hampir copot jantung Sandi. 

Sejenak ia tak percaya, Ningrum saling jambak dengan Rossa. Disertai saling teriak diantara keduanya. Sandi segera bergerak cepat.

Ia merangsek masuk ke dalam kelas, menyibak kerumunan di depannya.

Dengan sigap Sandi menerobos perkelahian itu, berusaha memposisikan dirinya berdiri diantara Ningrum dan Rossa. Berharap dapat menghentikan saling jambak diantara keduanya. 

Usahanya berhasil. Kini Rossa dan Ningrum terpisah jarak. Sandi berada di tengah-tengah keduanya. Perkelahian sudah tidak mungkin dilanjutkan. 

Siapapun yang berusaha menyerang pasti akan dihalangi oleh Sandi

"Ada apa ini? malu kan dilihat teman-teman," kata sandi sambil memandangi keduanya. 

Sundari yang hanya bengong dari tadi, merasa lemas melihat Sandi tiba-tiba memegang pundak Ningrum.

"Ayo kembali ke kelas sebelum kasusnya lebih panjang," kata sandi sambil mengajak Ningrum kembali ke kelas. 

Rossa membetulkan kembali rambutnya yang acak-acakan dijambak oleh Ningrum. 

Sambil berjalan kembali menuju kelas, Ningrum menyisir rambutnya dengan jari jemarinya. Rasanya ingin menangis. Malu sekali rasanya mengingat kejadian yang baru saja dialaminya. 

"Ada apa sih kok berkelahi?" tanya Sandi sambil berjalan disamping Ningrum.

"Kalau sampai ketahuan guru bagaimana? Bisa-bisa orang tuamu dipanggil ke sekolah" Sandi melanjutkan pertanyaan tanpa menunggu jawaban dari Ningrum. 

Yang ditanya hanya diam, tidak menjawab sepatah katapun. Ningrum tidak ada keinginan untuk menceritakan duduk perkaranya. 

Ningrum bukan tipe orang yang suka bercerita panjang lebar. 

Tidak ada gunanya diceritakan. Kalaupun ia bercerita, toh pertengkaran sudah terlanjur terjadi. 

Sesampainya di kelas, bel tanda masuk berbunyi. Tak lama kemudian guru pengajar ilmu Botani memasuki kelas. 

Ningrum tak bisa konsentrasi pada pelajaran kali ini. Ia minta izin kebelakang pada guru ilmu Botani. Sesampainya di kamar mandi, Ningrum menangis sejadi-jadinya. 

Ingin rasanya ia mengambil air wudhu lalu salat, Tapi salat di mana? Sedangkan di sekolah tidak ada mushola. 

Hatinya kini terasa lebih tenang setelah menangis. Setelah dirasa cukup, Ningrum segera mencuci mukanya dan mengeringkan wajahnya dengan sapu tangan. Namun wajahnya tetap kelihatan sembab karena baru saja menangis. 

Bagaimanapun, ia harus kembali ke kelas 

Menit demi menit berlalu, lonceng jam terakhir pun berbunyi. Sebelum pulang, Ningrum menyempatkan diri mendatangi meja Haryadi. 

"Tolong, mulai nanti sore kamu tidak usah datang ke rumahku!" kata Ningrum kepada Haryadi dengan wajah cemberut, dan nada yang agak keras. 

"Kenapa? " Haryadi berusaha tenang, melihat gelagat Ningrum yang tidak wajar.

"Duduklah dulu," lanjut Haryadi. Dia berusaha menenangkan Ningrum. 

"Rossa menuduh aku berusaha merebutmu dari sisinya. Padahal kita kan tidak ada hubungan apa-apa, "kata Ningrum. 

"Tidak ada yang bisa melarangku untuk datang ke rumahmu, termasuk Rossa. Aku dan Rossa tidak ada hubungan apa-apa, walaupun hampir tiap hari aku mengantar dia pulang," jawab Hariadi. 

"Terserah kamu"jawab Ningrum sambil berlalu dari meja Haryadi.  

oOo

Seperti biasa, Ningrum berjalan kaki pulang sekolah. Namun perjalanan kali ini langkah kakinya sedikit gontai. Ia masih terbayang-bayang kejadian hari ini. 

Tiba-tiba ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Ningrum berhenti, dan menoleh kebelakang. 

Ternyata Haryadi naik sepeda di belakangnya sambil membonceng Rossa. Haryadi mengendarai sepedanya dengan sangat pelan, mengiringi langkah kaki Ningrum. 

Ningrum merasa salah tingkah. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Yang bisa ia lakukan hanya terus berjalan.

Brakkk!!!

Tiba-tiba sebuah mobil angkutan umum menabrak sepeda yang ditumpangi Haryadi dan Rossa dari belakang. 

Haryadi terjungkal dari sepedanya. Beruntung ia bisa menguasai diri, sehingga tidak sampai terjatuh. Hanya terhuyung-huyung. 

Namun nahas, Rossa tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Ia jatuh tertelungkup di tanah dan tak sadarkan diri. Beberapa orang berlarian menolong keduanya.

Ningrum hanya selemparan batu dari kejadian itu. Tidak ada yang ia lakukan. Hanya bengong. Beruntung dia tidak tertabrak juga. 

"Ningrum, bawa sepedaku! aku akan membawa Rossa ke rumah sakit!" teriak Hariyadi

Ningrum segera sadar, baru saja ada kecelakaan yang menimpa Hariyadi dan Rossa. Kejadiannya begitu cepat, sampai-sampai ia tidak tahu siapa saja yang terlibat kejadian itu.

"Bagaimana aku membawanya, ini kan sepeda laki laki?" 

"Tuntun saja sampai rumahmu, nanti sore kuambil" Hariyadi masih berteriak. Dia belum bisa menguasai diri sepenuhnya.

Tanpa banyak bicara, Ningrum pulang sambil menuntun sepeda milik Haryadi. Ia ingin segera menjauh dari kejadian itu. 

Selain masih kaget, ia juga tidak tega melihat Rossa tidak sadar. Meskipun kejadian di jam istirahat tadi masih hangat dalam ingatannya.

oOo

Orang tua Rossa segera datang ke rumah sakit setelah mendapat berita bahwa putrinya kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit. 

"Mengapa ini bisa terjadi?" tanya ayah Rossa pada Haryadi. 

"Tadinya saya ingin mengajak Rossa turun dari sepeda untuk berjalan bertiga, bersama dengan seorang teman" Haryadi berusaha menjawab pertanyaan ayah Rossa dengan hati-hati.  

"Saya kasihan dengan teman itu pak, karena dia berjalan sendirian" Hariyadi berhenti sejenak untuk mengamati raut wajah ayah Rossa. Dia khawatir ayah Rossa akan marah kepadanya.

"Tapi Rossa tidak mau. Rossa meronta diatas sepeda, hingga saya kehilangan keseimbangan, dan menyenggol mobil angkutan umum" Hariyadi akhirnya bisa menceritakan kronologi kejadian. 

Tanpa ada yang ditambahi atau dikurangi.

"Mengapa dia tidak pulang naik becak seperti biasanya?" tanya ayah Rossa.

"Saya kurang tahu pak. Hampir setiap hari Rossa meminta saya untuk mengantarnya pulang" jawab Hariyadi.

"Lain kali tidak usah mengantar Rossa pulang pakai sepeda, jangan sok jadi pahlawan! Saya berlangganan becak demi keselamatan Rossa! Untung dia hanya pingsan, tidak ada luka yang serius!"

Hariyadi sangat kecewa dengan kalimat yang keluar dari ayah Rossa. Sedikitpun tidak ada niat darinya untuk mengantar Rossa pulang kerumah setiap hari. 

Selama ini Rossa yang memintanya untuk mengantarkannya pulang.

oOo

Sore hari, setelah sholat ashar Haryadi mendatangi rumah Ningrum untuk belajar dan berniat mengambil sepedanya. Haryadi ke rumah Ningrum diantar teman satu kosnya.

"Bagaimana keadaan Rossa," tanya Ningrum. 

"Hanya pingsan karena Shock. Besok sudah boleh pulang dari rumah sakit." 

(bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (12)"