Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (21)

Omahpro


Ninien Supiyati

“Bapak yang menabrak saya kemarin lusa kan? Bapak naik sepeda motor, dan saya naik sepeda?” tanya Haryadi. 

Haryadi adalah mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang praktek di Rumah Sakit Umum. Orang yang ditanya kaget dan malu karena dia sebagai penjahat.

“Iyy..iiyyaa…maafkan saya,” jawabnya menahan malu. 

Masih bagus juga dia punya rasa malu,  gumam Haryadi. 

Haryadi dibantu seorang perawat menjahit luka dikepala Anton. Setelah selesai, Haryadi membantu menangani pasien lainnya. 

Rosa yang saat itu diajak Polisi ke rumah sakit, terkejut melihat Haryadi mengenakan jas praktek berwarna putih layaknya seorang dokter. 

Demikian juga Haryadi, kaget melihat Rosa bersama rombongan penjahat itu.

“Kok kamu bersama mereka?” tanya Haryadi.

“Ceritanya panjang sekali, kapan-kapan kita ketemuan nanti aku ceritakan,” kata Rosa. 

Bagi Rosa, Haryadi adalah cinta pertamanya, Rosa tahu sewaktu di SMA Haryadi selalu ingin menghindar darinya. 

Namun semakin Haryadi menghindarinya, semakin besar pula tumbuh rasa cintanya pada Haryadi.

Rupanya sekarang cinta itu mulai bersemi kembali. Setelah kegagalannya dengan Andri. 

Namun Rosa tidak punya niat untuk merebut Haryadi dari Ningrum. Rosa pun tak ingin melanjutkan hubungan dengan Andri, yang calon narapidana.

oOo

“Rosa, antar mama ketoko batik yang dulu mama pernah belanja kesana, ini ada pesanan banyak dari pelanggan mama,” kata bu Setyoko, mama Rosa.

Rosa ikut mengantar mamanya ketoko kepunyaan orang tua Andri, dia juga ingin tahu kabar tentang Andri. 

Budhe juga ikut mereka pergi diantar oleh sopir.

Sesampainya di toko, budhe dan mama memilih-milih batik yang akan dibeli, sementara Rosa bercakap-cakap dengan kasir yang juga masih kerabat pemilik toko. 

Disamping kasir, duduk isteri pemilik toko dan perusahaan batik tersebut.

“Maaf ibu, saya temannya Andri, saya mau tanya bagaimana kabar Andri sekarang?” tanya Rosa kepada pemilik toko.

“Maaf mbak, Andri siapa?”

“Ibu mamanya Andri kan?” tanya Rosa kembali.

“Andri itu laki-laki apa perempuan? Karena nama Andri kan bisa dipakai oleh laki-laki maupun perempuan,” tanya ibu pemilik toko.

“Andri laki-laki Ibu.”

“Anak Ibu ada tiga. Yang pertama dan kedua adalah perempuan masing-masing mahasiswa dan pelajar SMA" ujar pemilik toko

"Yang ketiga memang laki-laki. Namanya bukan Andri, tapi Nanda Putranto masih duduk di bangku SMP,” jawab ibu tadi.

“Memangnya ada apa mbak?”

“Saya tertipu kalau begitu.”

“Penipuan yang bagaimana? Apakah dia mengatakan kalau saya orang tuanya?”

“Ya Bu. Saya kenal sama dia ditoko ini juga, dan dia juga melayani saya memilih batik waktu itu. Orangnya cakep, postur tubuhnya atletis dan agak putih.”

“Oh..itu. Itu lho budhe temannya si Karim. Pelayan yang rumahnya Sragen, disini dia kost" ibu kasir turut menimpali.

"Memang dulu sering kesini, bantu-bantu si Karim. Maunya dia juga ikut kami mbak tapi tidak jadi, katanya sudah dapat pekerjaan. Saya tidak tahu dia kerja dimana, tapi sampai sekarang tidak pernah kesini lagi,” ibu kasir melanjutkan.

“O…ya sudah, tidak apa-apa kok, terima kasih Bu,” kata Rosa sambil beranjak.

“Sama-sama Mbak.”

“Untung tidak jadi sama dia,” pikir Rosa.

“Pantas saja, dia tidak pernah memperkenalkan aku pada keluarganya"

Andri memang tak pernah bercerita tentang keluarganya pada Rosa. Kalau ditanya tentang keluarganya, dia selalu menjawab kalau papa mamanya sibuk mengurus perusahaan. 

Sedangkan sedan Opel biru itu, yang katanya diberikan oleh orang tuanya sebagai hadiah ulang tahun, ternyata mobil sewaan yang telah dikontrak untuk kepentingan bisnis haramnya.

Semua itu adalah pengalaman pahit bagi Rosa. Beruntung hubungannya belum melangkah lebih jauh.

“Aku harus lebih hati-hati lagi untuk kedepannya,” pikir Rosa. 

Tanpa disadari, Mama dan budhe sudah selesai berbelanja. Merekapun segera pulang.   

oOo

Rosa sekarang lebih fokus pada kuliahnya. Dia ingin segera menyelesaikan kuliahnya agar tidak menjadi beban bagi orang tuanya. 

Kini Rosa tak mau lagi kuliah diantar jemput dengan mobil. Rosa minta dibelikan sepeda baru kepada orang tuanya, dan Rosa mau kuliah naik sepeda saja.

Suatu sore, Rosa terlibat diskusi dengan papanya di rumah budhe.

“Pa Rosa tidak mau lagi kuliah diantar jemput dengan mobil,” kata Rosa ketika sedang duduk santai diteras rumah budhe. 

Seperti biasa, pakdhe dengan gemulai memainkan tangan-tangannya yang menggenggam pemukul dari kayu yang dibalut dengan karet tipis, sehingga mengeluarkan suara yang membelai telinga. Disentuhkan dengan lembut pada kepingan kayu. Alat musik tradisional Jawa itu disebut gambang.

Sentuhan itu melahirkan alunan irama yang membius sukma. 

“Papa sudah terlanjur menggaji sopir itu tiap bulan, dan mobil itu memang Papa beli untuk kamu Rosa,” kata Papa Rosa.

“Tidak Pa, mobil itu tidak menjamin kebahagiaan Rosa. Mereka mengincar Rosa hanya karena mobil Rosa, bukan karena Rosa.” 

Papanya tertegun mendengar pernyataan dan pendapat Rosa. 

“Rosa, Papa belikan mobil itu supaya kamu mendapatkan jodoh yang sebanding dengan kita status sosial ekonominya,” kata papanya dengan kecewa.

“Maaf Pa, ini bukan berarti Rosa menentang Papa. Statusnya siapa Pa? status anaknya atau status orang tuanya?”

“Ya dua-duanya dong.”

“Itu namanya sempurna Papa. Lalu apakah semua rencana kita pasti tercapai?”

“Wah..wah…anak Papa mulai pintar bicara.”

“Tidak Pa, Rosa hanya ingin diskusi saja dengan Papa”

“Ya harusnya tercapai dong. Kan latar belakang Rosa sudah jelas. Calon Sarjana Hukum, anak pengusaha terkenal dan sukses dikotanya" ujar Papa Rosa

"Siapa yang tidak akan bangga punya besan Papa dan punya menantu Sarjana Hukum,” kata pak Setyoko.

“Tidak. Saya tidak sependapat dengan Papa. Saya ingin punya calon suami yang latar belakang hidupnya penuh dengan perjuangan supaya dia bisa menjaga keluarga Rosa.”

“Calon suami seperti Haryadi itu yang kamu inginkan? Kemana-mana naik sepeda butut. Apa kamu tidak malu dibonceng pakai sepeda kayak gitu?"

"Papa malu Rosa. Apa kata teman-teman Papa kalau menantu pak Setyoko tidak sebanding dengan mertuanya. Banyak teman-teman pengusaha Papa yang ingin besanan sama Papa.”

“Kalau misalnya calon menantu Papa kesini ngantar Rosa pulang bawa mobil Opel, Papa akan senang?” tanya Rosa.

“Tentu saja Papa senang.”

“Kalau ternyata dia gembong narkotika, apakah Papa juga masih senang.?”

“Inikah hasil kuliahmu di fakultas Hukum? Untuk berdebat dengan Papa?”

“Tidak Papa, ini kenyataan. Rosa benar-benar mengalaminya, karena itu Rosa trauma pulang-pergi kuliah dijemput sopir,” kata Rosa meyakinkan papanya.

Akhirnya Rosapun menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. 

“Mengapa kamu tidak segera telepon kerumah? Kan Papa bisa segera mengambil tindakan, menghubungi kantor polisi setempat,” kata papanya dengan wajah cemas.

“Bagaimana menghubunginya Pa, kan Rosa lagi disekap?” jawab Rosa.

Papanya diam sejenak, rupanya papa mengkhawatirkan keselamatan Rosa juga.(bersambung)

1 komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (21)"

  1. It’s a proven approach to considerably improve participant acquisition numbers and average spend per existing players, 카지노 and to generate the strongest player-dealer rapport. VIP variants of our European and French Live Roulette tables and also our Auto Roulette tables. All are set in essentially the most luxurious and welcoming VIP environments with betting limits set to attraction to high rollers, and with exceptional levels of VIP service.

    BalasHapus