Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (3)

Layang-layang ditelan Badai

By Ninien Supiyati 

" Kenapa ini bisa terjadi, mampuslah aku" sambil menatap halaman pada buku yang ditunjuk oleh pak Kardono. 

" Ayo baca yang keras! " perintah Pak Kardono sekali lagi. Teman-teman sekelasnya saling pandang, dan segera ingin tahu apa yang akan dibaca oleh Sandi. Suasana kelas menjadi sedikit gaduh. 

"Perhatikan anak-anak, temanmu akan segera membacakan sebuah puisi untuk kalian.

"oh.." desah anak-anak. Mereka tak sabar untuk mendengarkan puisi yang akan dibacakan oleh Sandy. Namun sandi tidak segera membacakannya. Dia kelihatan bingung dan malu. 

Akhirnya sandi menerima bukunya yang diulurkan oleh pak kardono. Dengan tangan gemetar sandi mulai membawakan puisi pada halaman paling belakang buku Kimianya. 


HARAPANKU

Tiap malam, ku mengharap pagi kan segera tiba, supaya bisa jumpa denganmu. 

Tiap pagi, ku mengharap siang kan segera tiba, supaya istirahat nanti bisa memandangimu.

 Tiap siang, ku mengharap supaya jam terakhir kan segera tiba. 

Tiap jam terakhir, ku mengharap bel tanda pulang segera dibunyikan. 

Tiap pulang, ku mengharap bisa mengikuti bersepeda di belakangmu. 

Tiap bersepeda di belakangmu, ku mengharap waktu tak akan segera berlalu, tetapi waktu berlalu juga. 

Tiap siang ku mengharap sore kan segera tiba. 

Tiap sore, ku mengharap malam kan segera tiba. 

Tiap malam ku mengharap pagi kan segera tiba dan seterusnya 

"Grr..... " anak-anak segelas tertawa, bahkan ada yang tepuk tangan. Sebagian memuji bahwa puisinya sangat indah. Pak kardono, adalah guru yang sangat sabar dan bijaksana, beliau tidak marah pada sandi maupun Ningrum.

"Bagus sekali puisimu Sandi, lain kali kamu buat lagi dan dibukukan, jangan dijadikan satu dengan buku pelajaran, supaya tidak mengganggu konsentrasi mu pada saat pelajaran berlangsung, " kata Pak kardono sambil memerintahkan sandi untuk kembali duduk. 

"Dan kamu Ningrum, tidak biasanya kamu membawa pekerjaan orang lain untuk kamu tulis di papan tulis, apakah ada masalah denganmu, sehingga kamu tidak mengerjakan pekerjaan rumah?" tanya pak Kardono. 

Ningrum tidak menjawab tapi hanya tertunduk. Suasana di kelas menjadi hening. 

"Baik, kalau begitu duduklah kembali, " perintah pak Kardono. " Biarkan pekerjaan ini, jangan dihapus," pak Kardono membagi sisa papan tulis dengan garis memanjang ke bawah. 

"Ada pendapat lain tentang penyelesaian soal nomor satu?" tanya pak Kardono dengan memandang seluruh ruangan kelas. Biasanya kalau pak Kartono meminta pendapat siswa lain, tentang penyelesaian soal berarti pekerjaan siswa itu tidak benar. 

Pak Kardono menunggu beberapa saat sampai ada siswa lain yang angkat tangan.

"Saya Pak," Hariadi mengangkat tangannya.

"Baik, Hariadi majulah ke depan!" perintah pak Kardono. Hariadi menyalin pekerjaan rumahnya ke papan tulis.

"Sudah selesai sampai hasil akhir?" tanya pak Kardono. "Marilah kita cari letak kekurangannya, dari penyelesaian yang ditulis Ningrum". Pak Kardono meluruskan penyelesaian soal yang ditulis oleh Ningrum dengan cara membandingkannya dengan penyelesaian soal oleh Hariadi. 

Akhirnya para siswa baru memahami penyelesaian soal nomor satu. Pelajaran kimia dilanjutkan sampai selesai jam kedua. Seperti biasanya, setiap jam istirahat Ningrum segera mencari sahabat-sahabatnya di kelas lain. 

Kali ini tidak ada hal penting yang perlu dibicarakan. Mereka menghabiskan waktunya dengan bercanda, tawa ria dan saling cubit, membuat kesempatan istirahat mereka betul-betul menghilangkan lelah otak selama di dalam kelas. 

Bel tanda masuk kelas pun akhirnya berbunyi, dan mereka masuk ke kelas masing-masing, sampai jam terakhir tiba. Saat jam terakhir para siswa sudah nampak lelah dan bosan. 

Kali ini Ningrum bersemangat sekali untuk mengikuti penjelasan mata pelajaran ilmu hayat. Peristiwa seperti kemarin terulang lagi, tiba-tiba di hadapan Ningrum terjatuh secuil kertas yang telah diremas dan bertuliskan " I love you ". 

Ningrum tidak akan mengulangi kesalahan seperti kemarin untuk memasukkan kertas tersebut dalam saku bajunya.

Disobeknya kertas tersebut menjadi serpihan kecil-kecil kemudian dibiarkan di atas meja untuk dibuang di luar nanti setelah pelajaran berakhir. 

Bel tanda pulang sekolah pun berdentang, para siswa mengemasi peralatannya dari atas meja. Seperti biasa, para siswa mengantri di depan pintu gerbang sambil menuntun sepeda masing-masing, untuk berhamburan keluar halaman sekolah. 

Sore hari habis ashar, Ningrum datang ke sekolah untuk berlatih loncat tinggi untuk menghadapi lomba di kabupaten. Latihan itu dilaksanakan selama seminggu, dan hari Senin lusa Ningrum harus sudah dikirim ke tingkat Kabupaten. 

Hari itu, waktu istirahat sekolah tidak digunakan oleh Ningrum untuk berkunjung ke kelas sahabatnya. Ningrum sibuk mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh guru ilmu Alam. 

Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok Terdiri dari 5 orang. Ningrum satu kelompok dengan Sandi, Rizki, Alfian dan Lukman. Hanya satu soal saja yang diberikan oleh guru ilmu Alam, dan nanti setelah istirahat, masing-masing wakil kelompok harus melaporkan hasil diskusinya. 

Bel tanda masuk pun dibunyikan, tanda waktu istirahat telah habis. Tak berapa lama pak Sarif, guru pengajar mata pelajaran ilmu Alam memasuki kelas.

"Assalamualaikum " 

"Waalaikumsalam, " jawab para siswa serentak.

"Bagaimana? Bisakah diselesaikan sampai hasil akhir dari soal nomor 2? Coba dari kelompok 1 berapakah percepatan gravitasi di Puncak Mount Everest? Siapa yang mewakili untuk menjelaskan ke depan?" 

Ningrum dan Sandi saling berpandangan seakan saling mengatakan

"Kamu saja yang maju ke depan" tapi sandi mengartikan lain atas tatapan mata Ningrum. Sandi menatap mata Ningrum dengan mesra, sedangkan Ningrum tidak menyadari hal itu. 

Ningrum masih polos, tidak mengerti apa artinya tatapan mesra. " Ayo, waktunya keburu habis, " tegur Pak Sarif. Sandi terkejut dengan teguran Pak Sarif.

"Saya pak, " jawab Sandi spontan. Sandi pun maju kedepan dengan membawa buku catatan hasil diskusi, untuk disalin ke papan tulis. Kemudian siswa dari kelompok lain maju ke depan karena mempunyai pendapat yang berbeda. 

Akhirnya terjadilah Interaksi yang seimbang antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Tak terasa jam pelajaran berakhir. Biasa para siswa bernapas lega. 

Ningrum segera mengemasi peralatan tulis menulis dan buku-bukunya ke dalam tas. Ningrum langsung keluar kelas menuju kelas Sundari. 

Di tengah langkah kakinya, tiba tiba  Ningrum teringat bahwa kertas kecil hasil diskusi tadi tertinggal di bangku kelas. Dengan berlari-lari kecil Ningrum kembali ke ruang kelasnya untuk mencari kertas tersebut. 

Alhamdulillah kertas tersebut masih tergeletak di atas meja. 

Segera diambilnya kertas tersebut dan dimasukkan kedalam saku bajunya. Ningrum kembali  berlari-lari menuju kelas Sundari, karena khawatir Sundari meninggalkan dirinya untuk dan pulang duluan.

Tiba-tiba ada tangan yang menangkap lengannya dengan kuat. (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (3)"