Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (9)

Novel

Ninien Supiyati 

"Waalaikumsalam," jawab Ningrum terhenyak, Haryadi begitu mempesona di mata Ningrum padahal secara modis, Haryadi mengenakan baju yang biasa-biasa saja. Hem lengan pendek warna kuning garis-garis tipis dan celana berwarna biru tua, tidak serasi sebenarnya.

"Ayo... Ayo masuk rumah tumben main kesini," 

"Lupa ya, tadi mau pulang sekolah kan aku sudah bilang mau ke rumahmu." 

"Iyaa... Aku lupa," kata Ningrum sambil memegang jidatnya dengan telapak tangannya. Jari-jari Ningrum yang lentik menjadi perhatian Haryadi.

"Ayo duduk dulu," kata Ningrum sambil berjalan mendahului masuk rumah. 

"Ini aku bawakan buku cerita berbahasa Inggris, untuk tambahan pengetahuan," kata Haryadi sambil duduk di kursi. 

"Terima kasih." 

"Kapan aku harus mengembalikannya? " "Terserah, baca saja dulu, itu buku kakakku aku sendiri tidak tahu dari mana membelinya." 

"Tom Sawyer" kata Ningrum sambil membaca judul buku itu. 

"Ini nama orang atau nama tempat?" pikir Nimgrum 

"Baca saja, nanti kan tahu sendiri," kata Haryadi. Suasana hening. Keduanya saling membisu. 

"Setelah lulus nanti rencana mau melanjutkan ke mana?" tanya Haryadi memecah kesunyian. 

"Belum ada rencana, aku ikut kata orang tua saja. Kalau harus melanjutkan ke perguruan tinggi mungkin orang tua tidak ada biaya. Rencana mau bekerja saja sambil kuliah. Kalau kamu melanjutkan ke mana? " tanya Ningrum.

"Aku ingin melanjutkan ke Fakultas kedokteran." 

"Di Surabaya atau di Yogya? " 

"di Yogya mungkin, Kakakku sudah ada yang kuliah di Yogya. Kamu rencana bekerja di mana?"

"Belum tahu" 

Banyak yang mereka diskusikan, tentang pelajaran sekolah, hobby, keluarga,  persiapan untuk menghadapi tes nanti di Yogyakarta.

"Aku pamit dulu, Sampai ketemu nanti  hari Rabu dirumah pak Bardi. Wassalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Ningrum memandangi kepergian Haryadi. Entah mengapa Ningrum merasa waktu begitu cepat berlalu ketika itu. Sebenarnya Ningrum masih ingin lebih lama lagi. 

oOo

Haryadi adalah sosok laki-laki yang tingginya sedang saja, 160 cm, postur tubuhnya tidak terlalu ideal. Berbeda jauh dengan Sandi yang bertubuh atletis. 

Haryadi berambut lurus, kulit sawo matang dan bersih, matanya tidak terlalu besar juga tidak terlalu sipit tapi tajam. Tampak sekali bahwa dia tidak pernah melakukan pekerjaan yang berat. Tidak seperti para siswa yang lain, Haryadi  lebih banyak diam di dalam kelas walaupun waktu istirahat. 

Olahraga yang menjadi kegemarannya tidak ada. 

Berbeda dengan Ningrum, yang suka dengan olahraga permainan dan atlet. Waktu jam istirahat, Ningrum lebih suka keluar kelas untuk bergabung dengan teman-temannya. Haryadi siswa yang pendiam, dia lebih suka membaca buku saat sendiri. 

Entah mengapa Ningrum merasa canggung bila sedang berhadapan dengan Haryadi, walaupun dia sudah berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja, seperti terhadap teman-teman lainnya. 

Ningrum mengesampingkan kekacauan hatinya bila bertemu dengan Haryadi, sedangkan Haryadi nampak biasa-biasa saja. Tidak ada rasa canggung ketika berhadapan dengan Ningrum . 

Haryadi lebih mengutamakan belajar untuk mengejar cita-citanya. Haryadi hanya sekali saja bertandang rumah Ningrum. Sedangkan Ningrum kadang-kadang berharap untuk kedatangan Haryadi berikutnya.

oOo

Hari pelaksanaan tes semakin dekat, Ningrum dan Haryadi semakin tenggelam dalam kesibukan masing-masing untuk persiapan tes saringan yang akan dilaksanakan di Yogyakarta. 

"Nanti kamu mau menginap di mana,?" tanya Haryadi saat jam istirahat pertama kepada Ningrum. 

"Tidak tahu, aku juga tidak punya saudara disana." 

"Tinggal saja bersama kakakku di asrama putri, kan hanya dua hari saja kita di sana." "Baiklah, nanti aku akan sampaikan pada ibuku supaya beliau tidak bingung lagi memikirkan penginapan ku."

oOo

Ningrum menyampaikan pada ibunya tentang penginapan yang ditawarkan oleh Haryadi. Sang Ibu Pun menyetujuinya, karena tinggal di asrama putri lebih aman untuk putrinya. 

Ibu berpesan supaya nanti di asrama Ningrum membantu mbak-mbak yang ada di sana Jangan hanya berpangku tangan saja, paling tidak menyapu dan membersihkan tempat tidurnya.

"Bantulah penghuni asrama yang lain, kalau memang memerlukan bantuan tenaga mu," kata ibu Ningrum ketika mau berangkat. Ningrum tak pernah bepergian sejauh itu sendirian tanpa didampingi orang tua. 

oOo

Ayah Ningrum mengantarnya sampai ke stasiun kereta api. Disana Haryadi sudah menunggu. Sebenarnya ada sebersit kekhawatiran di hati ayahnya melepaskan putrinya pergi berdua dengan seorang laki-laki, apalagi harus menginap. 

Tapi karena itu juga merupakan bagian dari cita-cita putrinya Pak Hadi tidak dapat melarangnya. Barangkali saja putrinya nanti berhasil lolos tes. 

Tak berapa lama terdengar pengumuman dari pengeras suara stasiun, bahwa kereta api jurusan Yogyakarta terlambat satu jam. Keterlambatan kereta setengah sampai satu jam merupakan hal yang lumrah. 

Pak Hadi akhirnya pulang karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di rumah. Kereta api seharusnya masuk stasiun pukul 15. 00. Haryadi dan Ningrum menunggu di peron. 

Langit biru yang cerah, tiba tiba tertutup mendung yang semakin tebal sehingga cuaca semakin gelap. Situasi ini membuat hati Ningrum semakin ciut. Tak lama kemudian angin datang bertiup agak kencang, suasana semakin dingin disertai semakin tebalnya mendung yang datang berarak-arak.

Ningrum semakin bergidik, tak pernah dia mengalami suasana seperti itu tanpa orang tua disisinya. Ingin rasanya meminta ayahnya untuk datang kembali menemaninya. 

Diam-diam Haryadi mengamati wajah Ningrum yang nampak tegang. Rupanya Ningrum kedinginan, Haryadi tak sampai hati melihatnya. Haryadi melepas  sweeter yang dikenakannya dan memberikannya kepada Ningrum untuk dipakai. 

Tapi Ningrum menolak. 

Tidak seharusnya mengenakan pakaian seorang laki-laki yang bukan mukhrimnya. Ningrum tidak tahan dengan dinginnya cuaca saat itu, dingin sekali memang, sampai Ningrum melipat kedua tangannya bersedekap.

"Pakailah ini, " kata Haryadi sambil mengulurkan sweeter-nya sekali lagi. 

Tapi Ningrum menolak.(bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (9)"