Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (17)

Ninien Supiyati

Ninien Supiyati

Hariadi tinggal di Asrama putra bersama rekan-rekan lain dari luar kota. 

Secara kebetulan Rosa juga kuliah di Yogyakarta. Rosa tinggal di rumah kuno bersama budhe dan pakdhenya. Rosa kuliah di fakultas hukum di Perguruan Tinggi yang sama dengan Hariyadi. 

Rosa yang dulu, tidak sama dengan Rosa yang sekarang. Rosa kini sudah jauh lebih dewasa. Pembawaannya tidak temperamental seperti waktu masih di SMA. 

Setiap hari Rosa kuliah dengan diantar dan dijemput oleh sopir. Sedangkan pada umumnya, saat itu  pelajar dan mahasiswa menggunakan sepeda. Setiap hari jalanan Yogyakarta selalu dipenuhi sepeda 

“Stop.. stop..tolong berhenti” kata Rosa tiba-tiba pada sopirnya.

“Ada apa ndoro”

“Itu..terus kedepan lagi…nah..stop disini.”

“Hai..dari mana? Bareng aku saja yuk” kata Rosa sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil dan memanggil seseorang. 

Hariyadi yang sedang berjalan di trotoar terkejut dan menoleh kearah suara. 

Mobil Fiat yang ditumpangi Rosa mundur kearah Hariadi.

“Hai..dari mana?” Hariyadi ganti bertanya pada Rosa yang masih berada di dalam mobil.

“Ayo aku antar pulang, kamu kost dimana?” Rosa keluar dari mobil dan menghampiri Hariyadi.

Melihat Rosa, Hariyadi justru teringat pada Ningrum. Bagaimana keadaan Ningrum sekarang? Dimana sekarang dia berada? Sudah enam bulan lebih tidak ada beritanya.

“Hai… melamun ya,” tegur Rosa sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Hariyadi.

“Tti..ti..dak. kamu tinggal dimana?” tanya Hariyadi pada Rosa

“Aku tinggal bersama budhe dan pakdhe di Jl. Wijaya Kusuma, kok kamu jalan sendirian?" Rossa gembira sekali bertemu Hariyadi

"Ayo naik nanti keburu hujan. Mendung sudah tebal, sebentar lagi pasti hujan” 

Mendung memang sudah menggelayut tebal. Tanpa banyak bicara, Hariyadi naik ke mobil Rosa. Rosa dan Hariadi duduk di kursi belakang.

“Dari mana kok kamu Har?”

“Dari tempat kost teman, sepedaku bocor jadi aku jalan kaki kerumah dia”

“Kamu tinggal dimana sekarang?” Hariyadi heran, Rosa kini berubah total. Dia tidak seagresif waktu masih di SMA. Rosa yang sekarang nampak anggun dan tutur bahasanya lembut.

“Aku tinggal di sekitar Jl. Mataram, turunkan saja aku di Jl. Mataram nanti jalan kaki sedikit.”

Sepanjang perjalanan mereka membicarakan teman-teman sewaktu di SMA. Hingga tak terasa, mobil sudah mendekati Jl. Mataram

oOo

Suatu sore, Rosa, pakdhe dan budhe sedang santai diteras rumah, budhe sedang ngobrol dengan Rosa, pakdhe sedang memainkan gambang yang membujur di teras.

Alunan nada-nada gambang menimbulkan rasa ayem tentrem bagi yang mendengarnya. 

Pakdhe sangat terampil memainkan gambang. Gerakan lemah gemulai tangan-tangan pakdhe memunculkan nada-nada klasik jawa di setiap keping bambu yang tersentuh alat pemukul kecil. 

Tiba-tiba sebuah mobil Opel berwarna biru memasuki halaman yang luas. Seorang pemuda berperawakan tegap, mengenakan hem berwarna biru muda bergaris garis putih, keluar dari mobil.

Sambil berjalan menuju arah serambi, pemuda tersebut melepas kaca mata hitamnya. Walaupun hari sudah sore sekitar jam empat, tetapi panas mata hari masih kuat dan menyilaukan mata bagi pengendara mobil.

“Assalamualaikum,” salam pemuda tersebut pada pakdhe.

“Waalaikum salam,” jawab mereka yang ada diteras.

“Silahkan masuk nak Andri,” kata pakdhe. 

Pemuda yang ternyata bernama bernama Andri itupun masuk ke ruang tamu dengan ditemani Rosa. Budhe masuk kedalam dan membuat minuman, sedangkan pakdhe masih asyik memainkan gambangnya. 

Rosa dan Andri asyik mengobrol. Tak lama kemudian budhe keluar sambil membawa dua cangkir teh. 

“Silahkan diminum nak Andri,” kata budhe.

“Trimakasih Bu.”

"Nak Andri asli Yogya atau dari luar kota?”

“Saya lahir di Yogya, tapi Ibu saya asli Solo dan Bapak asli Yogya.” jawab Andri sopan

“Kak Andri ini, Ayahnya pengusaha batik di sini budhe,” Rosa ikut menjelaskan.

“Syukurlah. Budhe cuma pesan, zaman sekarang kan banyak berita tentang pergaulan bebas, kalian hati-hati, jangan sampai terseret kesana.”

“Budhe sama Pakdhe ini dititipi  Papa dan Mamanya Rosa untuk menjaga Rosa. berat juga tanggung jawab Budhe sama Pakdhe harus menjaga Rosa,” lanjut budhe sambil memandangi keduanya

“Ya Budhe saya pasti juga ikut menjaga Rosa, insya Allah kami tidak mudah untuk terseret pada pergaulan bebas” jawab Andri.

Andri adalah teman Rosa, anak seorang pengusaha batik terkenal di Yogya. 

Perkenalan mereka diawali ketika mama Rosa datang ke perusahaan batik milik ayah Andri untuk mencarikan seragam ibu-ibu dikampung Rosa. 

Pandangan pertama Andri dan Rosa akhirnya berlanjut pada hubungan yang lebih akrab. 

Setiap malam minggu Andri ke rumah Rosa. Kadang Andri mengajak Rosa keluar untuk nonton, atau sekedar makan malam. 

Kedua orang tua Rosa sudah mengetahui hubungan keduanya, dan mereka menyetujuinya. 

“Kemana acara kita malam ini,” tanya Andri pada Rosa.

“Terserah kakak saja.”

“Kita makan di rumah makan Indonesia saja.”

Akhinya mereka berdua memutuskan untuk ke rumah makan Indonesia. 

oOo

Baru saja mobil diparkir, tiba-tiba Andri bergegas memundurkan mobil dan  keluar menuju jalan raya. Andri nampak ggugup. Rosa yang disebelahnya tidak tah, mengapa tiba-tiba mobil dimundurkan.

“Ada apa? Kenapa? tidak jadi disini?” Rosa memberondong pertanyaan

“Tidak apa-apa kita makan di tempat lain saja.”

“Memangnya ada Apa?” tanya Rosa heran.

“Aku lupa… sebenarnya aku ingin makan gudeg saja,” jawab Andri sekenanya.

“Hm… maaf ya aku kurang enak badan. Sebaiknya kita pulang saja ya,” lanjut Andri. 

Rosa semakin heran dengan tingkah Andri

Kini Andri memacu mobilnya agak kencang menuju kembali kerumah Rosa. Tidak ada pembicaraan selama dalam perjalanan. Rosapun tak berani bertanya apapun. 

Sesampainya di rumah, Andri tidak masuk tapi hanya menurunkan Rosa dijalan raya depan rumah, kemudian Andri segera pergi. Rosa penasaran ingin tahu ada apa sebenarnya. Rosa gadis yang punya kemauan keras. 

“Saya harus tahu apa yang sebenarnya terjadi,” pikir rosa. (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (17)"