Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (15)


Ninien Supiyati

Setelah selesai makan siang, ayah mengajak Ningrum duduk-duduk santai diruang tamu.

“Ningrum, Ayah tahu, kamu sudah dewasa dan Ayah rela kamu  berteman dengan lawan jenismu" Ayah mulai membuka pembicaraan.

"Yang Ayah mau tanyakan, apakah kamu benar-benar serius dengan Haryadi? Bagaimana dengan pelajaranmu?” tanya pak Hadi mengawali pembicaraan.

“Iya Ayah, Ningrum serius.”

“Ayah sudah mengijinkan kalian hampir tiap malam belajar bersama dirumah, lalu tadi Ayah melihat kalian masih juga ketemuan di jalan. Mengapa? apa tidak malu dilihat orang?”

“Maafkan Ningrum Ayah, terus terang tadi ada masalah. Siang-siang begini Haryadi mau datang kerumah kalau saya tak mau menyelesaikan masalah saat itu juga" 

"Tapi masalahnya sudah selesai, terus dia langsung pulang" Ningrum berusaha menjelaskan duduk permasalahannya.

"Ningrum tidak senang sembunyi-sembunyi. Ningrum akan selalu berterus terang pada Ayah, agar tidak menjadi beban bagi Ningrum. Percayalah Ayah.”

Pak Hadi memang bijaksana, kalau ada masalah beliau tidak langsung marah, tapi ditanyakan dulu pada anaknya dan didiskusikan.

“Baiklah, kalau begitu Ayah percaya. Yang penting kamu jangan sampai mengorbankan sekolah karena apapun"  

"Ingat Ningrum, jangan mencintai Haryadi seratus persen kecuali jika kalian sudah terikat tali pernikahan”

Serasa dihantam palu jantung Ningrum, mendengar kata pernikahan.  

“Maksud Ayah?” Ningrum memberanikan diri bertanya

“Kalian boleh saling mencinta, tapi nasib yang akan menentukan. Allah punya rencana lain yang tak satupun manusia mengetahui. Ini hanya untuk antisipasi saja" 

"Kalau kamu mencintai Haryadi seratus persen, sedangkan nasib mengatakan lain, maka kau akan kecewa berat. Ayah tak ingin itu terjadi padamu" kali ini pak Hadi menekankan kata-katanya.

"Ayah akan selalu berdoa yang terbaik untukmu. Boleh kamu mencintai Haryadi tapi sekedarnya saja. Ayah tak melarangmu.”

“Ya Ayah, Ningrum akan ikuti kata Ayah.”

“Baiklah sekarang istirahat dan Ayah tak ingin anak Ayah ini bersedih hanya karena cinta, sekarang pergilah tidur. Sore nanti bantu Ibu di dapur.”

“Ya Ayah Ningrum tidur dulu,” kata Ningrum sambil meninggalkan ayahnya. 

oOo

Ningrum agak lega mendengar nasihat ayahnya. Sepertinya ayah tahu apa yang sedang terjadi antara dia dan Haryadi. 

Di kamar tidur, Ningrum tidak segera bisa tidur. Dia masih mengingat ingat peristiwa siang tadi, mengapa hatinya begitu sakit ketika Haryadi akan datang sendirian pada ulang tahun Rosa. 

“Tidak! Aku tak boleh sakit hati. Haryadi itu bukan apa-apaku. Dia hanya sosok laki-laki yang mencoba singgah dihatiku,” pikir Ningrum

“Aku setuju dengan pendapat Ayah.”.

“Tapi aku tak dapat menipu diriku sendiri! aku mencintai Haryadi sepenuhnya!” Lamunan Ningrum ke mana-mana, hingga membawanya tertidur.

oOo

Malam Minggu tepat hari ulang tahun Rosa. Rumah Rosa dipenuhi dengan lampu yang berwarna warni. Rosa adalah anak tunggal dari keluarga kaya. 

Ayah Rosa sebenarnya tidak menyetujui, jika Rosa harus berhubungan dengan Haryadi lebih akrab lagi. Apalagi sebagai pacar Haryadi. 

Ekonomi keluarga Haryadi, adalah alasan utama untuk tidak menyetujui hubungan itu. Sebenarnya Rosa akan dijodohkan dengan orang kaya yang setara dengan keluarga Rosa, namanya Handoko.

Handoko adalah pengusaha muda, yaitu pemborong bangunan yang sukses. Mengingat Rosa adalah putri satu satunya, maka pak Setyoko, ayah Rosa, mengikuti saja kehendak Rosa. Tapi pak Setyoko tetap tidak akan merestui hubungan Rossa dan Hariyadi

Semua teman-teman Rosa sudah berkumpul. 

Sementara itu pada waktu yang bersamaan,  dirumah Ningrum terjadi dialog sepasang kekasih yang diharapkan abadi. Haryadi mengenakan pakaian sederhana layaknya kalau akan bermain ke rumah teman. 

Pakaiannya tidak mewah dan necis, pakaian sederhana yang biasa digunakan setiap hari, baik pada hari biasa maupun pada malam Minggu untuk mengunjungi Ningrum.

“Kamu tidak datang pada ulang tahun Rosa?” tanya Ningrum pada Haryadi

“Datang nanti agak malaman sedikit.”

“Oh.. aku kira kamu tidak akan hadir. Kok kamu kesini dan pakaianmu sederhana sekali, tidak seperti  mau kepesta,” kata Ningrum

“Menghadiri undangan itu hukumnya memang wajib. Kalau memang aku suka pakaian seperti ini, ya…apa mau dikata, aku akan tetap hadir seperti ini.”

“Iya, tapi kan kamu harus menyesuaikan diri dengan teman-teman yang lain.”

“Bagaimana kalau nanti ada orang lain yang jatuh cinta padaku?” Tanya Haryadi sambil melirik Ningrum untuk melihat reaksinya.

“Em..” Ningrum berhenti untuk beberapa saat 

“Aku keberatan” jawab Ningrum tegas

Haryadi tersenyum mendengar jawaban Ningrum

“Tadi aku sempat membuat monogram, rencananya mau aku berikan pada penjahit supaya dibordir di jacket yang paling aku sayangi,” kata Haryadi sambil mengeluarkan secarik kertas.

“Coba lihat ini,” kata Haryadi sambil mengulurkan secarik kertas tadi pada Ningrum.

“Bagus kan?” tanya Haryadi menunggu reaksi Ningrum.

“Hah..???” terbelalak mata Ningrum melihat tulisan monogram tersebut.

“Aku tak percaya.,” jawab Ningrum sambil memandangi monogram tersebut dan menatap mata Haryadi dengan penuh selidik.

“Jadi kau…kau…yang telah melempar kertas itu padaku, waktu pelajaran sejarah berlangsung? Waktu itu kita masih kelas II. Betulkah kau…?”

Haryadi tak menjawab, hanya menggeser duduknya sambil tersenyum.

“Mengapa? Kaget? Memang sejak dulu aku mencintaimu, sejak kelas I. Tapi kau tak pernah peduli padaku, bahkan tak kenal sama sekali padaku" 

"Aku mulai tertarik padamu ketika seorang temanku yang pernah satu SMP denganmu, mengatakan bahwa kau siswa yang terpandai dikelasnya" Haryadi melanjutkan

"Tentang tulisan ‘I love you’ pada secuil kertas itu, aku dengan mudah melemparnya, karena waktu itu Rudi yang duduk disamping Sandi tidak masuk. Tempat duduk Rudi aku tempati.” 

Ningrum tak menjawab, dia masih tertegun. Karena tulisan itu masih menjadi tanda tanya yang besar baginya selama ini. Sekarang terkuak rahasia, siapa yang melemparkan kertas waktu itu, yang membuat dia dimarahi oleh ayahnya. 

Tulisan monogramnya sama persis dengan tulisan yang ada dalam kertas yang telah dilemparkan padanya saat itu. Kertas bertulis kan “I LOVE YOU"                

“Aku tak menyangka…” jawab Ningrum masih tak habis pikir, sama sekali tidak menyangka. Ningrum kemudian tersenyum.

“Aku juga punya puisi untukmu, aku tulis saja dibalik kertas itu,” kata Ningrum sambil meminta kertas yang sudah berada ditangan Haryadi kembali.

Ketika Malam Tiba

Cahaya rembulan ‘kan memandikan jiwaku,

Jiwa yang terbang mencari tambatan hati,

Duhai cahaya nan syahdu,

Bawa aku kepadanya,

Katakan kukan hadir untuknya

Haryadi tersenyum membacanya, dalam hati dia bertanya akankah dia dan Ningrum terikat dalam satu rumah tangga? 

“Ya Allah kabulkanlah permohonan kami, sandingkanlah aku dan Ningrum untuk selamanya,” Haryadi berdoa dalam hatinya. 

Agak lama juga mereka bercanda, ngobrol kesana kemari, menceriterakan pengalaman waktu SMP, menceriterakan tentang ulangan, tentang guru yang dikagumi dan masih banyak lagi.

Hingga tak terasa, waktu berlalu cukup lama

“Hai…katanya mau menghadiri pesta ulang tahun Rosa,” kata Ningrum agak keras.

oOo

Sementara itu, di rumah Rosa tamu-tamu sudah berdatangan baik dari teman-teman sekolah Rosa maupun teman-teman papa dan mamanya Rosa. Canda dan tawa ria bertaburan dalam ruangan yang cukup luas. 

Rosa mengenakan rok panjang berwarna pink, blus lengan panjang transparan berwarna hitam yang dilapisi furing warna pink, rambut sebahu disisir rapi dan bandu warna pink juga yang melingkar diatas rambutnya. 

Benar-benar warna yang serasi untuk Rosa yang berkulit putih. 

Handoko pun sudah hadir dengan pakaian yang sederhana tapi rapi. Handoko mengenakan hem putih lengan panjang agak ketat, yang dimasukkan dalam celana warna hitam dari bahan wool. Rambut lurusnya dipotong pendek, rapi, tebal dan disisir rapi. 

Nampak postur tubuhnya yang kecil tapi atletis. Dilehernya tergantung dasi berwarna hitam dengan garis-garis serong yang berwarna kuning emas. Benar-benar kombinasi yang serasi. 

Teman-teman rosa duduk diruangan depan, sedangkan Handoko dan teman-teman papa dan mama Rosa duduk diruang tengah. 

Rosa kelihatan gelisah, karena seseorang yang ditunggu tunggu tak kunjung datang, sedangkan acara akan segera dimulai. Karena waktunya memang sudah agak malam, maka acarapun segera dimulai.

Orang tua Rosa, pak Setyoko dipersilahkan untuk memberikan sambutan. Diluar dugaan Rosa, ternyata pak Setyoko memperkenalkan Handoko kepada teman-teman Rosa sebagai pacarnya. 

Disambut tepuk tangan meriah oleh teman-teman Rosa. 

Tak bisa menahan rasa kecewanya Rosa akhirnya lari kekamar dan menjatuhkan dirinya ditempat tidur. Mamanya Rosa segera mengikuti Rosa dan merayunya untuk segera kembali ke ruang tamu lagi. 

“Kasihan kan teman-teman kamu, mereka sudah pada ngumpul, terus kamu tinggalkan begitu saja,” bujuk mamanya Rosa

“Ya Ma tapi mengapa Papa tiba-tiba mengumumkan kalau Handoko itu pacar aku,” isak Rosa sambil tengkurap ditempat tidur.

“Papa tak salah karena pacar kamu kan tidak datang . Kami semua sudah capai menunggu.”

“Harusnya Papa tak perlu mengumumkan itu,” Rosa masih terus menangis. 

Akhirnya berkat bujuk rayu mamanya, Rosapun mau keluar lagi, untuk menemui teman-temannya. Sesampainya diruang tamu Rosa terkejut, dia berhenti melangkah, sejenak matanya terbelalak dengan mulut terbuka (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (15)"