Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (4)

Layang-layang ditelan badai

By Ninien Supiyati 

"Hati-hati kalau lari lihat jalan dong," Ningrum hampir saja terjatuh dari teras karena dia berlari di pinggiran teras mendahului para siswa yang sedang berjalan sepanjang teras untuk menuju halaman sekolah. 

Langkah Ningrum terhenti dan nyaris dia jatuh ke pelukan siswa laki-laki yang menangkapnya. Sandi enggan melepaskan tangannya di lengan Ningrum. 

Dengan tersipu, Ningrum membuka genggaman tangan Sandi.

"Terima kasih telah menolong aku. " 

"Lain kali hati-hati, lagian mengapa terburu-buru seperti itu? "

"Ditunggu Sundari untuk pulang bersama-sama. " 

"Pulang sama aku saja, nanti aku antar sampai ke rumah. "

"Oh.... tidak, terima kasih. Aku duluan ya, Sundari pasti sudah menungguku, " kata Ningrum sambil bergegas menuju langsung ke kelas Sundari. Ningrum tidak menyadari bahwa pengalaman itu sangat berharga bagi Sandi. 

Sandi menarik nafas panjang, lagipula dia tidak memaksa Ningrum untuk memahami sikapnya. 

Biarlah Ningrum tetap menjadi penyemangatnya untuk belajar, Sandi tidak terlalu banyak berharap dari Ningrum, namun Sandi tidak dapat menghapus ingatannya tentang Ningrum pada waktu luangnya.

Sandi sadar, bahwa dirinya tak boleh terlalu jauh hanyut dalam bayang-bayang Ningrum yang selalu menari-nari di matanya pada saat dia berhenti dalam segala aktivitasnya. 

Sandi adalah anak pertama dari keluarga  berada, ayahnya Abdul Rahman adalah Anggota militer yang mempunyai kedudukan cukup tinggi di kota itu.  

Ayah sandi sangat disiplin dalam mendidik putra-putrinya. 

Sandi merupakan putra pertama dari keluarga Abdul Rahman, berbadan tegap dan atletis mirip ayahnya. Banyak teman-teman wanita di sekolah itu yang mengagumi Sandi. 

Tetapi bagi Ningrum, Sandi tak lebih dari sekedar teman akrab, bahkan Ningrum merasakan bahwa Sandi adalah sahabat dekatnya selain Sundari. 

Sandy mempunyai beban dan tanggungjawab yang besar di pundaknya, yaitu belajar dan memenuhi harapan kedua orang tuanya untuk menjadi seorang insinyur. 

oOo

Udara siang hari itu sangat panas, Ningrum baru saja menyelesaikan makan siang sepulang dari sekolah. Dia melihat adiknya yang kecil membongkar saku baju sekolahnya. 

"Cari apa dik?" tanya Ningrum tanpa beranjak dari tempat duduknya, dan hanya mengawasi saja Apa yang dilakukan adiknya. 

"Men.. Men... " jawabnya sambil terus membongkar saku baju sekolahnya. Waktu itu memang Ningrum kurang pas menggantung baju sekolahnya di kapstok, sehingga bajunya jatuh dan dibawa keluar kamar oleh adiknya. 

Ningrum memang biasa menaruh permen di saku bajunya, dan biasa mengambilkan permen untuk adiknya dari saku baju sekolahnya, ketika sang adik menyambut kedatangannya sepulang dari sekolah.

Setelah mendapatkan apa yang dicari, sang adik segera meninggalkan baju sekolah kakaknya tergeletak di lantai. 

Pandangan Ningrum tertuju pada kertas yang terlipat kecil tak jauh dari baju sekolahnya. 

Diambilnya kertas tersebut.. 

Ternyata ringkasan hasil diskusi pelajaran ilmu alam tadi siang di kelas. 

Tiba-tiba ingatan Ningrum kembali pada peristiwa beberapa hari yang lalu, bagaimana ayah menemukan kertas bertuliskan " I love you". 

Kalau begitu adiknya waktu itu telah melakukan hal yang sama dengan sekarang. 

Waktu itu adik sibuk mencari permen di baju sekolah kakaknya; dan membiarkan secuil kertas itu di lantai kemudian ditemukan oleh ayahnya. 

Ya sudah kalau begitu, tak perlu lagi dipikirkan bagaimana ayah dapat menemukan kertas itu. 

Ningrum kembali membuka buku-buku sekolahnya dan mempelajari bab baru dari beberapa mata pelajaran yang telah disampaikan oleh para guru tadi pagi.

Hanya beberapa menit saja, kurang lebih setengah jam sudah cukup untuk mempelajarinya, kemudian Ningrum pergi tidur siang. 

oOo

"Aku antar ke Kabupaten Senin lusa, " kata Sandi ketika kelompok belajar mereka selesai diskusi di rumah Ningrum 

"Tidak usah, Aku diantar oleh pak Hardi guru olahraga kita. " 

" Ya sudah aku pulang dulu, semoga sukses untuk hari Senin lusa."

" Terima kasih. " 

oOo

Hari Senin pun tiba, Ningrum mohon doa restu pada kedua orangtuanya.

Dengan diantar oleh pak Hardi guru olahraga, Ningrum berangkat ke Kabupaten untuk mengikuti lomba loncat tinggi. 

" Sudah makan pagi tadi? " tanya pak Hardi ketika mau berangkat ke Nganjuk dari sekolah. 

" Sudah Pak. "

Perlombaan dilaksanakan di SMA Nganjuk. Ketika perlombaan akan dimulai, ada yang menyapanya dari belakang. 

"Semangat Ningrum!"

Ketika Ningrum menoleh ke belakang, ternyata Sandi sudah berada dibelakangnya. 

"Dengan siapa ke sini? " tanya Ningrum agak kaget.

"Sendiri, aku tadi naik bis. " 

"Kamu bolos sekolah dong tadi. "

"Gak apa-apa  Aku ingin lihat kamu berlomba. " 

" Terus aku nanti tanya siapa ketinggalan hari ini? " 

"Nantilah kita pelajari bersama, hari ini pelajaran hafalan semua. " 

"Ya sudah kalau begitu. " lomba pun dimulai dan Ningrum beranjak meninggalkan Sandi. 

Ningrum mendatangi panitia untuk mengambil nomor dada. Sandi tak henti-hentinya memperhatikan kegesitan  Ningrum. 

Tidak satupun peserta lain menjadi perhatian sandi walaupun ketinggian loncatannya di atas pencapaian Ningrum. 

Akhirnya Ningrum jatuh pada loncatan 125 cm, sedangkan beberapa peserta lain sudah mencapai ketinggian loncatan  di atas Ningrum. 

Walhasil kemenangan diraih oleh peserta dari SMA yang ada di Kabupaten. 

Sandi, Ningrum dan pak Hardi pulang bersama-sama. Ningrum minta maaf pada pak Hardi karena tidak berhasil membawa nama sekolah. 

Ningrum menerima kekalahan itu karena memang kemampuan loncatannya hanya sebatas itu. 

oOo

Saatnya ulangan umum kenaikan kelas telah tiba. Masing-masing siswa sibuk dengan persiapan untuk menghadapi ulangan umum kenaikan kelas. 

Setiap jam istirahat tiba, tidak seorang pun keluar dari kelas tanpa membawa buku catatan.

Waktu itu memang belum ada perpustakaan sekolah, tidak banyak buku-buku pelajaran dalam bentuk diktat dijual di toko buku. 

Bahkan kota kecil setara Kecamatan tidak ada toko buku yang menjual buku pelajaran untuk SMA. Semua mata pelajaran dicatat dari guru. 

Ada yang didikte oleh guru ada yang dicatat dari papan tulis, yang telah disalin oleh salah seorang siswa, siswa satu kelas menyalin dari papan tulis. H

Hanya beberapa guru saja, yang mempunyai buku diktat. 

Beberapa guru lain, menyampaikan pelajarannya bersumber dari catatan-catatan yang disampaikan oleh guru beliau. 

Guru mata pelajaran yang sesuai dengan bidang studinya hanya beberapa orang saja. 

Ada guru yang sebenarnya bidang studinya ilmu ekonomi, terpaksa beliau mengajarkan mata pelajaran ilmu Hayat dan ilmu Alam. 

Ada guru yang bidang studi sebenarnya ilmu aljabar, mengajarkan bidang studi nya sendiri ilmu ukur ruang dan juga merangkap mengajar ilmu Kimia.

Walaupun demikian para siswa tetap bersemangat menekuni materi-materi yang disampaikan oleh para guru tersebut. 

Bahkan ada salah seorang siswa yang terpaksa keluar dari sekolah karena stres, tidak kuat menerima pelajaran pada jurusan ilmu Pasti dan Alam. Kurikulum yang digunakan waktu itu adalah kurikulum 1968.

oOo

"Apa rencana kita setelah ulangan umum nanti? " tanya Rizki pada Sandi sambil duduk disamping Sandi pada jam istirahat. 

Saat menjelang ulangan umum, pada waktu istirahat para siswa berada di dalam kelas sambil belajar. 

Hanya beberapa orang saja yang keluar kelas untuk jajan di warung atau sekedar bercanda dengan teman-teman lain. 

"Rencana Apa maksudmu? " tanya Sandi sambil menoleh pada Rizky. 

"Kita main sama teman grup belajar kita. " 

"Nanti sajalah kita pikirkan, yang penting Ulangan Umum kenaikan kelas ini dulu. " 

oOo

Ulangan Umum pun berjalan lancar sampai selesai. Sudah tidak ada pelajaran lagi. 

Waktu kosong untuk menunggu kenaikan kelas digunakan oleh para siswa untuk mengadakan lomba volly antar kelas. 

Kelas 2 paspal-2 mengikuti lomba tersebut. Sandi yang jago bela diri dan olah raga lainnya, menjadi kapten dalam grup volly kelas dua paspal-2. 

"Bagaimana dengan volly putrinya, kelas kita kan hanya ada tiga siswi putri saja, " tanya Rizki ambil mengambil tempat duduk di samping Sandi, ketika mereka sedang duduk santai di teras kelas.

"Kita usulkan pada panitia untuk jurusan paspal, volly putri nya digabung saja, " jawab Sandi 

"Oke, Mari kita temui ketua panitia, " jawab Rizky sambil beranjak dari tempat duduknya.

 Mereka segera bergegas menuju sekretariat lomba, untuk membahas volly putrinya. Seerrr.... darah Sandi seakan berhenti mengalir, matanya terbelalak seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (4)"