Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (25)

Omahpro

Ninien Supiyati

Pagi hari, mama dan Rosa jalan-jalan ke pasar untuk belanja, Rosa ingin dimasakkan sop buntut. 

Nggak enak kalau pesan budhe, karena itu Rosa mengajak ibunya ke pasar.

“Mbak maaf, aku harus pulang pagi ini karena ada janji dengan rekanan kerjaku nanti jam satu siang"

"Sekarang jam tujuh. Sampai apa tidak ya kira-kira?” kata Setyoko pada budhe.

“Tidak usah buru-buru, kalau tidak sampai ya besoknya saja baru nemuin teman,” jawab budhe.

“Ya sudah aku pamit saja dulu, siapa tahu masih bisa sampai rumah sebelum jam satu"

"Mana Rosa? Anak itu tidak banyak bicara tapi sekali bicara maunya berdebat sama Papanya"

"Tapi aku bangga sama dia, dia itu pemberani Mbak yu, dia berani memberantas kejahatan demi kebenaran"

"Waktu dia cerita tentang kisah penyamarannya, aku sempat shock mendengarnya!"Sampai sejauh itu keberanian dia? Tapi… alhamdulillah dia selamat” Setyoko bercerita pada kakaknya

“Rosaa…!” Setyoko memanggil anaknya.

“Ya Papa….sebentar. Rosa lagi beresin kamar” jawab Rosa dari dalam kamar.

“Tinggalkan dulu, Papa buru-buru…”

“Ada apa Pa?” kata rosa sambil menghampiri ayahnya.

“Ini uang saku untuk satu bulan. Gunakan dengan hemat untuk keperluanmu"

"Papa harus segera pulang pagi ini, karena ada janji dengan teman Papa nanti jam satu siang. Belajar yang rajin ya, jaga kesehatan,” pesan Setyoko pada Rosa.

“Hati-hati dijalan Pa,” kata Rosa sambil mencium tangan ayahnya. 

Setyoko mencium kening anaknya.

“Hati-hati Ma,” kata Rosa sambil mencium tangan mamanya. 

Mobil bergerak pelan meninggalkan halaman rumah. 

Rosa dan budhenya menunggu kepergian mobil itu sampai tidak terlihat oleh mata.

“Rosa nanti kuliah jam berapa?” tanya budhe setelah mobil tak tampak.

“Jam delapan budhe. Sebentar lagi berangkat”

Rosa mengayuh sepedanya pelan-pelan menuju kampus, masih ada waktu lima belas menit sambil menikmati sejuknya udara pagi. 

Sampai di kampus, ia menyempatkan diri untuk menyapa teman-temannya.

Belum terlambat untuk masuk ruang kuliah. 

Mata kuliah hari ini adalah Hukum Perdata Internasional.

Rosa dengan serius mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen. 

Tiba-tiba pintu diketuk dari luar.

“Masuk…” kata dosen. 

Seorang pria pegawai kesekretariatan kampus masuk dan menyodorkan secarik kertas pada Dosen.

“Ada yang namanya… Rosa Setyoko Putri?”

“Saya pak!” jawab Rosa sambil mengangkat tangannya.

“Ditunggu keluarganya diluar, dan tolong dibawa sekalian peralatan kuliah dan buku-bukunya,” kata dosen. 

Rosa terkejut, tubuhnya terasa lemas dan seakan tak mampu berdiri. 

Apa yang terjadi? Rosa merasakan firasat buruk terjadi pada keluarganya.

Rina, sahabat yang duduk disebelahnya melihat gelagat Rosa yang tak kuat berdiri. 

“Maaf pak boleh saya mengantar Rosa? Dia sepertinya tak kuat,” tanya Rina pada dosen.

“Ya silahkan, antar sampai dirumah,” jawab dosen. 

Rinapun segera mengemasi peralatannya. Rina merangkul pundak Rosa. 

Diluar, Rosa sudah ditunggu oleh sopir.

“Ditunggu ndoro sepuh di rumah sakit non,” kata sopir pada Rosa.

“Apa yang terjadi pak Man? Semua baik-baik saja kan?” tanya Rosa pada pak Man, sopir pakdhe.

“Mobil ndoro Setyoko kecelakaan waktu mau keluar dari kota Yogya, ndoro Setyoko mengalami luka agak parah"

"Cak Jumadi yang mengemudi dan ndoro putri masih belum sadar. Semuanya ada di rumah sakit umum"

Rosa menangis mendengar berita itu. Rina yang berada di sampingnya, berusaha menenangkan Rosa.

“Sudahlah Rosa mari kita doakan mudah-mudahan mereka tidak apa-apa,” kata Rina. 

Mereka segera beranjak menuju rumah sakit menggunakan mobil.

Sepanjang perjalanan, Rosa menangis tak henti-henti. Rina tetap menemani sambil turut berdoa.

“Ya Allah, selamatkanlah Papa dan Mama dan Cak Jum, berikanlah mereka kesembuhan, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan mereka"

"Ya Allah tolonglah hambamu yang tak berdaya ini…” 

Sesampainya di rumah sakit, Rosa segera berlari mencari kamar mamanya, didapati mamanya sedang berbaring namun sudah sadar.

“Mama…” Rosa menciumi tangan mamanya sambil menangis.

“Bagaimana Papa Ma…?” tanya Rosa masih menangis juga. 

Rinapun ikut merasakan kesedihan temannya. Tak terasa air matanya juga mengalir.

“Entahlah…Mama belum tahu keadaan Papa…mudah-mudahan Papa tak apa-apa”

“Rosa takut Ma….dimana Papa Ma…?” Rosa nampak sangat kebingungan. 

“Budhe, dimana Papa….?” 

budhe diam tak menjawab, air mata tampak meleleh di wajah yang telah mulai keriput, namun masih menampakkan sisa-sisa kecantikannya di masa remaja.

“Budhe, bagaimana Papa…?” tangis dan tanya Rosa jadi satu.

Budhe hanya menggelengkan kepalanya. 

Rosa terduduk lemas dikursi. Dia sangat mengkhawatirkan papanya. 

Tak lama kemudian seorang dokter datang untuk memeriksa kondisi mamanya.

“Ibu tidak apa-apa, hanya mengalami shock. Butuh istirahat banyak dan besok sudah boleh pulang,” kata dokter.

“Bagaimana dengan Papa saya dokter?” tanya Rosa tak sabar.

“Mbak masih kerabat Pak Setyoko?” tanya dokter.

“Ya dokter, saya anaknya,” jawab Rosa

“Ikut saya ke kantor” kata dokter. 

Rosa mengikuti dokter ke kantor.

Sesampainya di kantor, dokter menjelaskan kondisi papa Rosa.

“Papa anda mengalami cedera otak traumatis. Kami mungkin akan melakukan CT scan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang dialami oleh Papa anda"

"Kalau lukanya parah, mungkin akan dilakukan pembedahan,” kata dokter pada Rosa.

“Terserah dokter yang penting Papa saya bisa segera tertolong,” jawab Rosa.

“Kemungkinan akan dirawat agak lama disini, tergantung hasil CT scan nanti"

"Kalau tidak parah mungkin membutuhkan waktu beberapa minggu untuk proses penyembuhan"

"Tapi kalau lukanya parah akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk penyembuhannya.”

“Apakah Papa bisa kembali seperti sediakala dokter? Kapan kira-kira Papa bisa normal kembali?” tanya Rosa.

“Itulah … tergantung dari hasil CT scan nanti. Berdoalah mudah-mudahan lukanya tidak terlalu parah"

"Kalau mbak memintanya untuk dibawa pulang, nanti akan kami berikan petunjuk bagaimana merawatnya"

"atau mbak bisa mengajukan perawatan privat nanti akan kami kirim perawat untuk merawat Papa mbak di rumah.”

“Tidak dokter, biarlah Papa dirawat di rumah sakit saja, supaya perawatannya bisa lebih intensif,” kata Rosa.

“Baiklah, akan kami lakukan CT scan dan besok mbak akan kami beri tahu hasilnya”

“Terima kasih dokter,” Rosa beranjak dari tempat duduknya

Sebelum keluar ruangan, tiba-tiba Rosa ingat sesuatu

“Oh ya…dokter, bagaimana kondisi cak Jum sopir Papa?”

“Pak Jumadi hanya mengalami shock saja, sama seperti Mama anda. Besok sudah boleh pulang.”

“Alhamdulillah…terimakasih dokter” 

Rosa kembali ke kamar mamanya. Rina dengan setia masih menunggu di kamar mamanya.

“Bagaimana keadaan Papa?” tanya mama kepada Rosa.

“Masih menunggu hasil CT scan Ma, mudah-mudahan Papa tidak parah.”

“Lalu bagaimana dengan cak Jumadi?” tanya mama.

“Cak Jumadi tidak apa-apa besok juga sudah boleh pulang.”

“Oh ya….Rina trimakasih ya, aku sudah mulai tenang. Aku terima keadaan ini dengan ikhlas"

"Biarlah pak Man mengantarmu pulang, supaya kamu bisa segera istirahat di rumah. Terimakasih ya…”

“Hati-hati Rosa, aku doakan semoga Papa dan Mama cepet sembuh dan kembali berkumpul dengan keluarga,” jawab Rina

Rina diantar pak Man sopir untuk pulang ke rumahnya.

oOo

Mama sedang tidur pulas, Rosa sendirian menunggu mamanya. 

Di kamar itu Rosa merenung sendiri.

“Papa aku belum sempat membalas jasa-jasamu, jangan tinggalkan aku"

"Aku akan sangat merasa berdosa karena tak bisa menuruti kehendakmu untuk menikahkan aku dengan Handoko"

"Maafkan aku Papa aku tak bisa menjalaninya, aku tidak mencintainya.” 

Ketakutan Rosa untuk ditinggalkan papanya sangat mendalam. Begitulah kehidupan. 

Kita tak tahu apa yang akan terjadi nanti, besok atau lusa. 

Bahkan satu menit kedepan apa yang akan terjadi pada diri kita, kita juga tidak tahu.

Semuanya milik Allah, apa yang akan terjadi atas diri seseorang itu adalah hak Allah. 

Karena itu sebagai makhluk Allah yang paling tinggi derajadnya diantara makhluk-makhluk yang lain, marilah kita selalu berdzikir dengan Asma Allah dan jangan meninggalkan sholat.

oOo

“Nona bisa datang ke ruangan saya sebentar?” tanya seorang dokter ketika Rosa sedang duduk di ruang tunggu.

Mamanya  dan cak Jum sudah pulang tadi sekitar jam sepuluh pagi. 

Rosa terkejut karena pikirannya sedang ke mana-mana, memikirkan tentang keadaan papanya.

“Ya dokter,” kata Rosa kemudian mengikuti dokter ke ruangannya.

“Silahkan duduk,” kata dokter sambil menarik kursi tempat duduknya.

“Begini, Papa mbak mengalami cedera otak ringan"

"Tidak ada tanda-tanda pembengkakan, mungkin Papa masih harus dirawat agak lama disini"

"Ini resep untuk obat-obat yang harus segera diminum supaya tidak pusing dan mual.”

“Terima kasih dokter.”

Rosa bergegas menebus obat untuk papanya di apotik. 

Sembari menunggu antrian di apotik, sempat terbersit di benak Rosa tentang kuliahnya.

Sudah dua hari ini dia tidak masuk kuliah. Rencananya, dia akan pinjam catatan Rina untuk difotocopy. 

Setelah mendapatkan obat, Rosa segera menuju kamar papanya.

“Diminum dulu obatnya Pa biar tidak pusing"

"Bagaimana Papa sudah enakan sekarang?” tanya Rosa sambil menyiapkan obat untuk diminum papanya.

“Alhamdulillah sudah agak enak,” kata papa sambil membetulkan posisinya.

Papa sudah terlalu lama berbaring, ingin berganti posisi.

“Masih pusing ini.”

“Papa jangan terlalu banyak gerak dulu biar tidak pusing,” kata Rosa.

Sudah empat hari Rosa menunggu papanya di rumah sakit. Selama itu pula dia tidak masuk kuliah. 

“Biarlah mengulang kuliah. Tidak apa-apa, demi Papa,” pikir Rosa.

“Bagaimana keadaan Papa? Sudah ada perkembangan?” tanya seseorang yang mengenakan jas putih. 

Pria itu berjalan mengikuti dokter yang sedang melakukan kunjugan pada para pasien.

“Kau? Kau?” tanya Rosa kaget karena melihat pria mengenakan jas lab putih yang menyertai dokter senior.

Setyoko membuka matanya dan mengernyitkan keningnya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

“Mengapa ia mengenakan jas putih layaknya seorang dokter? Apakah dia dokter disini?"

"Benarkah pria itu tidak seperti dugaannya, pemuda setengah acak-acakan yang menaiki sepeda butut?”

Setyoko tidak percaya dengan penglihatannya. (bersambung)

Posting Komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (25)"