Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Layang-layang Ditelan Badai (31)

Jendela Hati


Ninien Supiyati

Tamu tersebut tercengang memandangi wajah Ningrum agak lama.

“Kalian pernah kenal?” tanya Handoko.

“I..iyya,…adik kelas waktu kuliah,” jawab tamu itu yang datang sendirian.

Dalam hati, Ningrum bertanya-tanya kemana Lely?

“Nanti jangan pulang dulu, kita ngobrol-ngobrol Bapak adalah tamu istimewa saya,” kata Handoko pada Prasojo.

Ternyata tamu itu adalah Prasojo.

Rekanan kerja Handoko yang sering dikunjungi ketika Handoko ke Malang.

Prasojo mengembangkan usaha perhotelan milik orang tuanya. 

Prasojo membangun hotel baru sebagai cabang dari hotel yang sekarang sedang ditangani. 

Pembangunan hotel baru tersebut, sepenuhnya ditangani oleh Handoko.

“Maaf pak Handoko, saya harus segera kembali ke Malang, karena masih ada acara di sana,” jawab Prasojo berbohong.

Prasojo ingin cepat-cepat beranjak dari tempat tersebut. 

Ia tidak bisa menyembunyikan kekacauan hatinya, melihat Ningrum berdampingan dengan sahabatnya. 

Hubungan Prasojo dan Handoko sudah erat sekali bagaikan keluarga. 

Handoko sering datang ke rumah Prasojo, sudah akrab juga dengan keluarga Prasojo. 

Namun Handoko tidak pernah bercerita tentang Prasojo kepada Ningrum. 

Handoko sering dijamu makan malam bersama ayah dan ibu Prasojo. 

Semenjak peristiwa pernikahan Handoko dengan Ningrum, diam-diam Prasojo banyak memberikan proyek pada Handoko supaya bisa membahagiakan Ningrum.

oOo

Kini Ningrum sudah sah menjadi nyonya Handoko. 

Semenjak pernikahan itu, semua beban hidup Ningrum sepenuhnya ditanggung Handoko. 

Handoko bekerja keras untuk membahagiakan Ningrum. 

Kini Ningrum tidak lagi sebagai guru. 

Ningrum mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru sekolah menengah swasta di Malang. 

Dia tinggal di Mojokerto bersama ayah dan ibu mertuanya. 

Melihat kerja keras Handoko demi keluarganya, Ningrum merasa iba. Tumbuh rasa cintanya pada suami. 

Rasa cinta itu tak pernah dia rasakan sebelumnya. 

Ternyata rasa cinta pada suami jauh lebih indah, dan lebih terkesan dari cinta pertama. 

Justru Ningrum merasa malu kalau ingat cinta pertamanya, kenapa dulu dia menangis sampai berdarah-darah ketika tahu Haryadi telah menikah. 

Ningrum tersenyum sendiri kalau ingat peristiwa itu.

“Astaghfirullahaladziim,” Ningrum kemudian beristighfar. 

Setiap hari Ningrum membantu memasak walaupun sudah ada pembantu di rumah. 

Sore hari Ningrum menunggu suami tercinta datang. 

Ningrum seperti melihat matahari, ketika Handoko datang dan berdiri di depan pintu. 

Kebahagiaan terpancar pada wajah Ningrum ketika suaminya datang, Ningrum menyambut kedatangan suami dengan mencium tangannya.

Selesai makan malam mereka diskusi, atau kadang Handoko bercerita tentang pekerjaannya. 

Dengan setia Ningrum mendengarkan dan kadang memberikan saran.

“Kamu kenal dengan Prasojo.” tanya Handoko pada Ningrum

“Ya kenal, dia kakak kelasku.”

“Kasihan dia. Sebenarnya Prasojo kan sudah punya kekasih, mereka saling mencintai, namun orang tua Prasojo tidak setuju"

"Prasojo telah dijodohkan dengan sepupu dari ibunya"

"Dengan harapan supaya warisan keluarga yang begitu besar tidak jatuh ke tangan orang lain,” 

Ningrum diam saja tak menjawab dan tak berkomentar, apakah dia harus berterus terang? 

Kalau berterus terang, takut rumah tangga yang baru dibinanya goncang. 

Untuk sementara Ningrum pilih berbohong demi keutuhan rumah tangganya. 

Mudah-mudahan Prasojo juga bisa menyimpan rahasia ini. 

Prasojo orang baik-baik, tak mungkin dia akan membocorkan perihal kisah cintanya dengan dirinya. 

Sore itu langit terang benderang, lembayung senja menghiasi langit seakan menambah indahnya suasana.

Burung burung camar berlarian mencari tempat berlindung masing masing untuk menjemput malam.

Namun sang surya masih saja bersinar terang, walaupun sudah agak ogah ogahan. 

Sebentar lagi sang surya akan tertidur dipelukan bumi. 

Handoko  dan Ningrum terlibat pembicaraan ringan diteras depan, sambil menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan buk Yah pembantu rumah tangga mereka.

“Tadinya Prasojo berniat akan tetap membina rumah tangga dengan kekasihnya"

"Namun dia tak tega menyakiti hati ibunya. Akhirnya diputuskan untuk mengikuti kemauan ibunya"

"Dia meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya itu. Dia dijodohkan dengan sepupunya,” lanjut Handoko.

“Lalu, kenapa waktu resepsi pernikahan kita dia datang sendirian, tidak bersama sepupunya?” tanya Ningrum.

“Ya…itulah.." Handoko menghela Nafas.

"Sepupunya itu sebenarnya juga sudah punya kekasih. Sepupunya itu juga memutuskan hubungan dengan kekasihnya demi mengikuti perintah orang tuanya"

"Pada awalnya pendekatan sepupunya dengan Prasojo berjalan lancar"

"Namun si pria, mantan kekasih sepupunya itu masih sering menghubunginya dengan sembunyi-sembunyi"

"Sepupunya pun karena masih cinta, akhirnya dia menanggapi ajakan mantan kekasihnya untuk menempuh jalan belakang"

"Dengan diam-diam mereka sering ketemuan di tempat yang telah mereka tentukan"

"Akhirnya sepupunya hamil. Ini ternyata memang cara mereka supaya bisa menikah,” Handoko menarik napas panjang.

“Kasihan Prasojo….,” lanjutnya.

“Tapi Prasojo bersyukur tidak jadi menikah dengan sepupunya itu. Andaikata peristiwa itu terjadi setelah menikah dengannya…apa kata orang"

"Tentu hal ini sangat mencemarkan nama keluarga.” tutup Handoko.

“Kasihan…,” Ningrum tak berani berkomentar banyak.

Ia khawatir suatu hari nanti akan terbongkar rahasia hubungannya dengan Prasojo.

“Sudah ah…yuk kita ambil air wudhlu, sebentar lagi maghrib. Tuh anak anak TPQ sudah pada pulang,” kata Handoko.

Nampak anak-anak TPQ berlarian keluar dari halaman masjid yang ada di depan rumahnya.

oOo

Dua tahun telah berlalu. Haryadi telah lulus, dan menjadi dokter di daerah asalnya. 

Rumah tangganya dengan Rosa sangat bahagia. Mereka telah dikaruniai seorang anak perempuan. 

Seorang anak yang cantik, dan lincah. 

Setiap minggu pagi Haryadi menyempatkan diri bersama keluarga kecilnya jalan-jalan ke alun-alun kota.

Entah sekedar berolahraga atau membeli nasi pecel pincuk kegemarannya. 

Pulang olahraga, mereka selalu menyempatkan mampir ke pasar.

Rosa selalu menyempatkan memasak masakan kesukaan Haryadi. Rosa memang sangat mencintai Haryadi. 

oOo

Sementara itu, ayah dan ibu Handoko tiba-tiba merindukan kampung halaman. 

Rumahnya di kampung hanya dihuni oleh penjaga rumah. Mereka kangen  membersihkan rumah dan halaman serta kebun.

“Han kapan kamu ada waktu libur?” tanya ibu pada Handoko.

“Tiap hari Minggu kan libur bu,” jawab Handoko

“Hari Minggu kan untuk istirahat. Ibu lihat kamu pulang sore, bahkan sering pulang malam.”

“Ada apa bu?”

“Ibu itu pingin pulang ke kampung, Ibu rasanya rindu pulang kampung"

"Bagaimana kalau Ibu tinggal di kampung saja, sesekali Ibu ke Mojokerto, atau kamu yang pulang ke kampung.”

“Baiklah kalau Ibu merindukan kampung, saya ambil libur dua hari untuk menemani Ibu pulang kampung"

"Tapi saya keberatan kalau Ayah dan Ibu tinggal di kampung hanya berdua saja. Kalau ada apa-apa bagaimana?” tanya Handoko

“Bukan berarti Ibu tidak krasan disini, tapi yang namanya kampung halaman itu rasanya tidak bisa dipisahkan"

"Di kampung, Ayah dan Ibu bisa melakukan kegiatan yang bermanfaat. Merawat kebun salak, merawat ayam dan bisa membuat kolam ikan.

"Sedangkan disini Ibu tidak ada kesibukan, rasanya badan ini sakit semua,” kata ibunya Handoko.

“Benar juga,” pikir Handoko. 

Biarlah yang penting ayah dan ibunya senang. Ayah dan ibunya memang jarang beraktivitas selama di Mojokerto.

“Baiklah Bu, Han bisa memakluminya"

"Nanti biar pak Jo yang membersihkan kebun, mengajak isterinya tidur sana sekalian untuk membantu keperluan Ibu.”

Ningrum ikut pula mengantar ayah dan ibu Handoko pulang kampung. 

Hari kedua di kampung, Handoko mengajak Ningrum jalan-jalan di Alun-alun. 

Alun-alun kota selalu ramai, tidak pernah sepi.

Sekelompok remaja bermain basket di lapangan basket, yang terletak dalam lingkungan alun-alun.

Beberapa lainnya bermain bola di tanah rumput. Ada juga yang saling berkejar-kejaran. 

Sementara orang tuanya duduk-duduk di bangku yang terletak di bawah pohon beringin, tepat di tengah alun-alun. 

Ningrum dan Handoko memilih menikmati suasana dengan duduk dibangku porselin di bawah pohon beringin. 

Tiba-tiba seorang gadis kecil berlari-lari mengejar bola mainannya yang menggelinding ke arah mereka.

“Adik yang lucu siapa namamu?” tanya Ningrum. 

Gadis kecil itu menjawab sekenanya. Dia ngomong dengan bahasanya sendiri.

“Ntu…ntu…” katanya sambil menunjuk bola mainan yang ada di bawah kaki Ningrum.

“Ini ?” kata Ningrum sambil memegang bolanya. 

Gadis itu menganggukkan kepalanya.

“Sama siapa dik?” tanya Handoko.

“Iya sama siapa, mana Papa sama Mama?” tanya Ningrum sambil menggendong gadis itu. 

“Sini biar aku saja yang gendong,” kata Handoko sambil mengangkat gadis itu dari gendongan Ningrum. 

Gadis kecil itu sepertinya terlepas dari orang tuanya. 

“Mana ya orang tuanya,” kata Handoko sambil mengamati sekelilingnya.

Anak itu sepertinya pemberani. Biasanya anak-anak akan menangis kalau berhadapan dengan orang asing.

Tapi gadis kecil itu tidak. Gadis kecil itu berusia kurang lebih satu tahun.

Tiba-tiba dari kejauhan ada seorang ibu muda yang berlari lari sambil terengah-engah menghampiri Ningrum dan Handoko.

“Ningrum….Handoko…” sapa ibu muda tadi. (bersambung)

1 komentar untuk "Layang-layang Ditelan Badai (31)"

  1. Ice hockey considered one of the|is amongst the|is likely certainly one of the} fastest 1xbet sports activities on the earth, which makes it a gorgeous sport for many individuals to guess on. The biggest league on the earth is the USA and we provide a wide range|a variety} of ice hockey odds and markets. We also supply betting odds on other leagues including Canadian ice hockey, the KHL in Russia and the Swedish SHL. Here, you have have} the chance to put a guess on all the best sports and markets. We supply odds on a wide range|a variety} of sports which feature hundreds of the most popular betting markets.

    BalasHapus